Minggu, 19 Juli 2009

MERAH, PUTIH & BUIH

MERAH diyakini warna perlambang keberanian dan kehidupan, karena merah adalah darah yang mengalir di nadi makhluk hidup. Padahal selain darah merah (trombosit), tubuh kita mesti diseimbangkan dengan darah putih (leukosit).

PUTIH diyakini warna perlambang kesucian dan kepoloson, karena putih adalah warna dasar dari sebelum ada warna lain. Padahal selain putih, warna lawannya adalah hitam yang juga warna dasar akronim putih. Bahkan perdebatan hitam dan putih tidak pernah tuntas, sampai mulut kita berbuih.

BUIH diyakini adalah percampuran beberapa unsur cair, padat dan gas, yang teraduk-aduk menghasilkan bola-bola mikro. Padahal antara merah, putih dan buih tidaklah ada hubungan yang signifikan. Tetapi ketiganya dapat bersinergis menciptakan sebuah harmonisasi nan indah...


MERAH, PUTIH dan BUIH sejatinya adalah bendera negeri tercinta bernama Indonesia yang berkibar di buritan kapal, laksana melambai-lambai kepada buih-buih yang tercipta dari kipasan baling-baling kapal. Tidak ada yang protes, kenapa sang merah putih ada di belakang kapal, bukannya di depan atau di atas menara kapal. Sang nakhoda pun berkilah, sudah biasa dan dari dulu juga seperti itu, tidak usah protes atau diperdebatkan...

Merah mukaku mendengar penjelasan sang nakhoda kapal yang mengantarkan aku ke salah satu pulau dari ribuan pulau di nusantara. Tapi bung, yang terpenting adalah ketika sang merah putih terus berkibar di hati kita, itu yang menunjukkan nasionalisme dan patriotisme kita tetap ada, tambah sang nakhoda. Tidak perlu angkat senjata membela kedaulatan bangsa dan negara, karena itu tugas utama tentara. Dan tidak perlu juga angkat bicara, seolah-olah pahlawan yang membela nasib rakyat yang terus saja hidup menderita, bahkan ketika sudah merdeka...

Putih hatiku mendengar opini sang nakhoda kapal, yang jika dipikir ada benarnya. Tapi yang paling menyentuh nuraniku adalah ketika sang nakhoda melanjutkan obrolan kami kala senja temaram, sesaat kapal memasuki muara sungai. Bahwa kita ini adalah buih dari luasnya samudera kehidupan. Jadikan buih itu indah, atau tidak berarti sama sekali, ujar sang nakhoda kapal. Lihat saja, sebentar saja buih-buih akan bercampur dengan air samudera. Apa jadinya ketika samudera tidak berbuih, maka itu artinya tidak ada unsur oksigen dan berarti kematian bagi semua makhluk hidup. Maknanya adalah, sekecil dan setidakberartinya buih bagi luasnya samudera, tetap dia ada untuk mengisi nilai kehidupan...

Merah putih tidak akan berarti apa-apa tanpa kita, buih-buih kehidupan yang memaknai sang saka, sebagai simbol keberanian berbuat dari kesucian hati... Aku tersenyum, aku menangis, aku memaki, dalam hati... Tak tahu lagi akan bereaksi apa terhadap obrolan senja di buritan kapal bersama sang nakhoda.

Maka yang dapat aku perbuat, meski malu-malu dan lagi-lagi dalam hati, adalah hormat kepada sang merah putih, hormat kepada semua buih-buih yang telah memaknai hidup, dan hormat kepada sang nakhoda paruh baya yang menghabiskan waktu bersama aku, merah putih dan buih-buih di buritan kapal...

Salam PALM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar