Senin, 27 Juli 2009

HAK-HAK PETANI (yang hilang)

HAK-HAK PETANI diantaranya adalah hak untuk mendapatkan semua akses yang berkaitan dengan aktivitas pertanian dari hulu hingga hilir, baik secara vertikal maupun horizontal. Dari teknologi budidaya, sampai implikasi dampak dan signifikasi dengan sumberdaya (resourches). Dari sarana produksi sampai akses tataniaga komoditi. Dari manajemen kelembagaan sampai penguatan kapasitas produksi. Namun, banyak hal dan banyak faktor yang menyebabkan kebanyakan petani kehilangan hak-haknya. Baik dihilangkan, ditutup akses, maupun multiflier effect dari arogansi kekuasaan yang terjadi secara simultan dan sistematik.

Salah satu bentuk "hak petani yang hilang" adalah hilangnya akses ke sumberdaya hayati yang beranekaragam. Hilangnya akses petani ke keanekaragaman hayati dapat dilihat dari menurunnya pengetahuan petani mengenai tanaman-tanaman tradisional, baik untuk kebutuhan makanan pokok (jenis padi-padian), karbohidrat (jenis umbi-umbian) dan protein (jenis polong-polongan). Selain itu petani juga memiliki sistem bertani yang menghormati alam, sehingga prinsip-prinsip keberlanjutan dalam bertani terpelihara.

Introduksi sarana dan produksi penunjang petanian modern, seperti mesin, pupuk kimia, pestisida, bibit unggul, terutama dalam rangka ‘Revolusi Hijau’ yang cukup sering dilakukan dengan memaksa, menyebabkan pengetahuan bertani tradisional yang menjaga keseimbangan alam, mulai hilang. Tidak adanya informasi kepada petani mengenai dampak “kemajuan” ini, mendorong petani pada ketergantungan pada mesin, pupuk kimia dan pemberantas hama kimia. Dengan demikian, keuntungan dari kegiatan pertanian tidak lagi dinikmati oleh petani, tetapi lebih dinikmati oleh para pengusaha dan penguasa.

Petani telah ribuan tahun mengembangkan sumber-sumber genetika dan plasma nuftah serta melestarikan keanekaragaman hayati, namun tidak ada pengakuan terhadap pengetahuan mereka tersebut. Menurunnya peran petani dalam pemanfaatan dan kegiatan bertani, diakibatkan oleh tidak adanya pengakuan tersebut dan juga akibat pelaksanaan program ‘Revolusi Hijau’. Justru peran mereka digantikan oleh para ahli yang mengatasnamakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan tradisional petani.

Pengetahuan tradisional petani yang diwarisi turun-temurun tidak diakui, sementara pengetahuan para ahli diakui, karena dianggap sesuatu yang ilmiah. IRRI merupakan contoh yang jelas, yang mengakui hak tani sebagai pengembang dan penangkar tanaman tanpa mengakui hak mereka atas hasilnya. Jadi, di sini yang diakui adalah hak petani sebagai pemelihara plasma nuftah, bukan sebagai pemilik ataupun penemu. Sementara itu para ahli yang bekerja berdasarkan metode-metode ilmiah mendapatkan pengakuan pemilikan atas bibit yang mereka tangkar.

Petani telah mempunyai pengetahuan tradisional dalam menemukan dan memelihara plasma nuftah dan keanekaragaman hayati. Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional mereka ini dapat dilakukan dengan melembagakan dan mengesahkan hak petani atas pengetahuan tersebut. Juga lebih luas pengakuan atas hak mereka untuk meneruskan budaya dan tradisi tradisional mereka, termasuk di dalamnya cara-cara bertani dan mengembangkan sumberdaya hayati serta melestarikan keanekaragaman hayati.

Selanjutnya petani juga perlu dilindungi haknya untuk menentukan, kepada siapa mereka akan membagi pengetahuan mereka tersebut, yaitu apakah mereka akan memberikannya kepada kelompok atau pihak lain dengan perhitungan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, atau membagikannya kepada siapa saja sesuai dengan prinsip kolektif yang ada pada mereka.

Kewajiban petani adalah bertani dan menghasilkan produksi pertanian, dan kewajiban itu sudah dilaksanakan serta telah dinikmati hasil keringat petani oleh kita semua. Tinggal lagi, jika petani menuntut hak-haknya, maka kepada siapa lagi petani mengadu mohon bantu...

Salam PALM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar