Pertanyaan dari kita orang awam barangkali, apa iya diperlukan juga studi AMDAL untuk fasilitas umum? Kan belum terlalu penting untuk sekarang ini? Kalau demikian, mari kita hitung-hitungan alias berkalkulasi dengan matematika sederhana. Misalkan saja, setiap kita setiap harinya buang air kecil. Dari air seni yang kita buang dimanapun, mengandung senyawa amoniak bercampur sulfat dan sianida.
Satu hari saja kita keluarkan ¼ liter air seni, jika dikalikan dengan lebih dari 160 ribu orang di kota ini, maka 40 ribu liter air seni tumpah satu harinya. Jika kandungan senyawa beracunnya adalah 10 % saja, maka 4 ribu liter senyawa beracun atau B3 (bahan beracun berbahaya) beredar di sekitar kita.
Alaaah… inikan terlalu didramatisir…! Bukankah senyawa beracun tersebut akan netral dengan sendirinya melalui penguapan (evaporasi) atau larut dalam air dan terurai di tanah?
Memang betul demikian. Tapi, jika tidak ada lagi tanah serapan akibat permukaan tanah telah ditutupi aspal dan semen, atau air tanah telah tercemar juga dengan zat beracun lainnya, maka mau kemana lagi larinya 4 ribu liter senyawa beracun dari air seni kita pada satu hari itu? Belum lagi 4 ribu liter pada keesokan harinya, kemudian akumulasi pada satu bulannya, bahkan satu tahunnya?
Nah, kalau sudah selesai hitung-hitungan, maka saatnya kita bersepakat bahwa studi AMDAL itu penting. Mengapa dan seberapa pentingkah? Karena kita semua setuju bahwa lingkungan yang sehat akan membuat nyaman peri kehidupan, sebaliknya bahwa lingkungan yang tidak sehat akibat pencemaran akan membuat kita selalu khawatir terhadap dampak yang sudah terbayangkan maupun yang belum.
Tidak penting seberapa “urgen” studi AMDAL diterapkan di semua lini fisik dan produksi di kota ini. Tapi yang terpenting adalah seberapa banyak yang setuju dengan pemikiran ini dan seberapa banyak “sumber polusi” yang belum di-AMDAL.
Karena jika jawabannya adalah masih sedikit yang “care” terhadap persoalan masih sedikitnya tempat-tempat “polutan” yang di-AMDAL, maka naga-naganya kita mesti menggagas “Gerakan anti buang air kecil” atau “Tolak air seni”. Hehehe… jadinya kan tidak masuk akal dan malah melanggar HAMa (Hak Azazi Mbuang air).
Salam PALM
Read More..
Rabu, 07 Oktober 2009
Selasa, 06 Oktober 2009
AMDAL I
AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menjadi persoalan serius ketika sebuah proyek fisik dirampungkan, dan ternyata kemudian barulah dirasakan menimbulkan dampak bagi lingkungan hayati di sekitarnya. Padahal, idealnya adalah semua proyek fisik yang beresiko menjadi polutan (sumber polusi), wajib melakukan studi AMDAL sebelum proyek tersebut dikerjakan, sedang berjalan dan setelah beberapa periode penyelesaiaan.
Ironinya, di hampir semua perkotaan di negara agraris ini, studi AMDAL menjadi sesuatu yang dianggap nihilisme alias tidak berarti sama sekali bahkan kalah greget dibandingkan setoran retribusi misalnya. Pada beberapa proyek fisik, urusan AMDAL menjadi belakangan, jika kemudian timbul masalah atau dipermasalahkan. Lebih konyol lagi, dokumen AMDAL dianggap tidak penting dan hanya pemborosan anggaran.
Mari kita lihat secara lebih logis, manakala sebuah proyek fisik yang dibiayai ratusan juta bahkan miliaran, ternyata di kemudian hari justru akan membuat hilang sebuah aset, potensi dan menimbulkan pengeluaran biaya yang lebih besar lagi.
Betapa tidak, lihat saja berbagai kasus pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pabrik, industri dan sarana fisik lainnya, ketika kemudian menjadi sumber bencana alam dan konflik sosial. Bukankah justru akan membuat sang empunya proyek harus menyisihkan budget yang tidak terukur nilainya sebagai bentuk kompensasi?
Mari juga kita lihat bangunan-bangunan fisik dan usaha produksi di daerah ini, apakah sudah dianalisis dampak lingkungannya? Meski sekarang belum terlalu dianggap bermasalah terhadap akses lingkungan, tapi nantinya ketika daerah ini telah semakin tumbuh berkembang menjadi metropolis, apakah juga sudah difikirkan sampai sejauh itu?
Jika belum, bukankah akan lebih baik mencegah (antisipatif) daripada memperbaiki atau mereka-ulang (rekonstruksi)? Lalu bagaimana memulainya? Bisa saja dengan telaah observasi dan eksplore potensi dampak lingkungan.
Lalu kemudian, mari kita belajar, misalnya dengan Kota Metro di Lampung Tengah. Usaha tahu-tempe saja, disana sudah diwajibkan melakukan antisipasi dampak lingkungan.
Para pengusaha kecil disana, sudah mengurus dokumen AMDAL, dimulai dari UPL (Usaha Pemantauan Lingkungan) dan UKL (Usaha Kelola Lingkungan), sampai pembuatan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) walaupun bentuknya sederhana.
Harmonisasi-nya adalah, pihak pemerintah daerah mensubsidi sebagian dana untuk upaya kelola lingkungan bagi pengusaha kecil, dan pihak pengusaha sadar akan arti penting aspek lingkungan bagi keberlanjutan kehidupan usahanya.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana dengan usaha tahu-tempe di kota kita? Bagaimana juga dengan banyaknya pool karet di sini, yang membuang limbah lansung ke Sungai Kelingi?
Pun demikian dengan hotel-hotel berbintang yang tidak peduli dengan IPAL? Lebih celaka lagi, rumah sakit dan klinik kesehatan tidak jelas dikemanakan limbah medisnya? Atau hanya sekedar kompleks perkantoran, pasar dan terminal, juga perumahan?
Salam PALM
Read More..
Senin, 05 Oktober 2009
KUE PEMBANGUNAN II
Kalau saja yang berebutan kue pembangunan adalah orang banyak, seperti halnya rebutan bendera “kembang tangis” saat acara pencukuran anak, tentu tidak akan menjadi pemandangan yang membosankan. Lha ini, yang berebutan justru yang membuat kue atau pemilik kue itu sendiri. Tidak legislatif, tidak eksekutif, sama saja walau mengatasnamakan orang lain yang notabene kroninya sendiri.
Pertengahan sampai akhir tahun 2009 ini, kita tengah diuji dengan bencana alam yang melanda beberapa daerah di tanah air. Jangan berdo’a bencana juga akan datang di daerah ini. Lebih pantas lagi, jangan berbuat “takabur” alias “sok hebat” jika tidak ingin mencicipi “getirnya” kue bencana.
Membangun artinya membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, atau dari yang sudah ada dijadikan lebih berada alias lebih baik. Jika kita mau bersepakat, membangun tidak hanya sesuatu yang bernilai fisik semata. Melainkan juga sesuatu yang bersifat non fisik juga penting.
Kue pembangunan adalah idiomatikal benda fisik yang terlihat. Tetapi apa yang membuat kue itu ada, mengapa kue itu harus ada, bagaimana sampai kue itu ada, harus dideteksi dengan indikator non fisik yang bernama nalar dan apresiasi. Kesalahan kita, seringkali terjadi akibat tidak mampu menginterpretasikan wujud fisik kue pembangunan.
Contohnya saja, mengapa prioritas pembangunan lebih difokuskan kepada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur? Jawabannya barangkali karena ketiga sektor tersebut menjadi issue paling menarik untuk diangkat. Justru issue lingkungan yang menjadi pembicaraan hangat tidak menarik untuk dilirik sama sekali.
Kesalahan interpretasinya bisa jadi lebih dikarenakan issue lingkungan akan juga menarik diangkat ketika sudah terjadi “bencana” akibat kerusakan lingkungan. Sebelum terjadinya “insident” tentu issue lingkungan sangat sumir, kabur dan maya.
Padahal persoalan lingkungan sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang identik dengan penciptaan kelompok intelektual yang berfikir waras, sangat dekat dengan kesehatan yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, dan sangat “urgen” dengan infrastruktur yang memiliki signifikasi kuat dengan lingkungan. Tetapi tetap saja kue pembangunan untuk sektor lingkungan menempati nomor urutan paling bawah untuk dibahas di parlemen.
Kue pembangunan memang bukanlah kue kembang tahu, yang ketika panas enak dinikmati atau ketika dingin hangat diminum. Kue pembangunan adalah kue tart “blackforest” yang lezat sampai ke detailnya. Walau cuma dapat secuil, kue pembangunan tetap menjadi primadona.
Buktinya, semua orang berminat untuk jadi pemborong kue. Kenyataannya, semua orang ramai-ramai mengurus izin pendirian “commanditeur” sebagai syarat untuk “urun-rebut” (bukan urun-rembug) kue-kue pembangunan.
Sebuah iklim kompetisi yang sehat, mestinya. Jikalau iklim kondusif tersebut sebagaimana konsep “pasar bersaing sempurna” diterapkan, maka kue pembangunan akan terasa maknanya bagi penerima kue itu sendiri, yaitu masyarakat luas. Namun jika iklim kompetisi cenderung “monopolistik”, maka kue pembangunan tetap akan dinikmati oleh segelintir orang saja. Sama halnya dengan orde lalu dari rezim yang berbeda, tidak ada “renaissance” sama sekali.
Kegagalan ekonomi kerakyatan, kata kawan kita Prof. Mubyarto, tidak lain adalah saat dimana dibiarkannya tumbuh subur praktek monopoli. Kecenderungan monopoli ada karena sarat dengan kolusi. Kolusi terjadi karena adanya kedekatan nepotis. Dan ketika fenomena kolaborasi tersebut terjadi, sangat kuat diduga telah terjadi indikasi tindak “korupsi”.
Semoga kita masih dilindungi oleh Sang Maha Pencipta dari perebutan kue pembangunan yang berbuah bencana. Dan semoga kue pembangunan benar-benar menjadi pembangun semangat kita semua untuk menjadikan daerah ini maju. Bravo Pak Wali, Bravo Pak Bupati, Bravo Pak Gubernur, Bravo Pak Presiden….!
Salam PALM
Read More..
Pertengahan sampai akhir tahun 2009 ini, kita tengah diuji dengan bencana alam yang melanda beberapa daerah di tanah air. Jangan berdo’a bencana juga akan datang di daerah ini. Lebih pantas lagi, jangan berbuat “takabur” alias “sok hebat” jika tidak ingin mencicipi “getirnya” kue bencana.
Membangun artinya membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, atau dari yang sudah ada dijadikan lebih berada alias lebih baik. Jika kita mau bersepakat, membangun tidak hanya sesuatu yang bernilai fisik semata. Melainkan juga sesuatu yang bersifat non fisik juga penting.
Kue pembangunan adalah idiomatikal benda fisik yang terlihat. Tetapi apa yang membuat kue itu ada, mengapa kue itu harus ada, bagaimana sampai kue itu ada, harus dideteksi dengan indikator non fisik yang bernama nalar dan apresiasi. Kesalahan kita, seringkali terjadi akibat tidak mampu menginterpretasikan wujud fisik kue pembangunan.
Contohnya saja, mengapa prioritas pembangunan lebih difokuskan kepada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur? Jawabannya barangkali karena ketiga sektor tersebut menjadi issue paling menarik untuk diangkat. Justru issue lingkungan yang menjadi pembicaraan hangat tidak menarik untuk dilirik sama sekali.
Kesalahan interpretasinya bisa jadi lebih dikarenakan issue lingkungan akan juga menarik diangkat ketika sudah terjadi “bencana” akibat kerusakan lingkungan. Sebelum terjadinya “insident” tentu issue lingkungan sangat sumir, kabur dan maya.
Padahal persoalan lingkungan sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang identik dengan penciptaan kelompok intelektual yang berfikir waras, sangat dekat dengan kesehatan yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, dan sangat “urgen” dengan infrastruktur yang memiliki signifikasi kuat dengan lingkungan. Tetapi tetap saja kue pembangunan untuk sektor lingkungan menempati nomor urutan paling bawah untuk dibahas di parlemen.
Kue pembangunan memang bukanlah kue kembang tahu, yang ketika panas enak dinikmati atau ketika dingin hangat diminum. Kue pembangunan adalah kue tart “blackforest” yang lezat sampai ke detailnya. Walau cuma dapat secuil, kue pembangunan tetap menjadi primadona.
Buktinya, semua orang berminat untuk jadi pemborong kue. Kenyataannya, semua orang ramai-ramai mengurus izin pendirian “commanditeur” sebagai syarat untuk “urun-rebut” (bukan urun-rembug) kue-kue pembangunan.
Sebuah iklim kompetisi yang sehat, mestinya. Jikalau iklim kondusif tersebut sebagaimana konsep “pasar bersaing sempurna” diterapkan, maka kue pembangunan akan terasa maknanya bagi penerima kue itu sendiri, yaitu masyarakat luas. Namun jika iklim kompetisi cenderung “monopolistik”, maka kue pembangunan tetap akan dinikmati oleh segelintir orang saja. Sama halnya dengan orde lalu dari rezim yang berbeda, tidak ada “renaissance” sama sekali.
Kegagalan ekonomi kerakyatan, kata kawan kita Prof. Mubyarto, tidak lain adalah saat dimana dibiarkannya tumbuh subur praktek monopoli. Kecenderungan monopoli ada karena sarat dengan kolusi. Kolusi terjadi karena adanya kedekatan nepotis. Dan ketika fenomena kolaborasi tersebut terjadi, sangat kuat diduga telah terjadi indikasi tindak “korupsi”.
Semoga kita masih dilindungi oleh Sang Maha Pencipta dari perebutan kue pembangunan yang berbuah bencana. Dan semoga kue pembangunan benar-benar menjadi pembangun semangat kita semua untuk menjadikan daerah ini maju. Bravo Pak Wali, Bravo Pak Bupati, Bravo Pak Gubernur, Bravo Pak Presiden….!
Salam PALM
Read More..
Minggu, 04 Oktober 2009
KUE PEMBANGUNAN I
Pertengahan sampai akhir tahun 2009 ini, tahun dimana bencana terjadi hampir di seantero Nusantara, dimulailah proses pelelangan kue pembangunan bernama proyek. Persis lelang kue pangantin sebagaimana tradisi resepsi pernikahan di beberapa bagian wilayah lokal daerah ini. Daerah yang subur tanahnya, juga subur praktek KKN-nya.
Seorang kawan pernah berkomentar ringan, untuk secuil kue pembangunan alias jatah proyek, maka kita harus rela berjibaku, bahkan berani malu. Korbanan berupa rupiah dipandang bukan apa-apa, karena disamping itu faktor tulang belakang alias “becking” juga diperlukan. Ditambah lagi dengan kuat tidaknya menanggung malu, karena dituding “pengusaha gurem” atau “preman pasar”.
Seorang kawan lainnya juga turut berkomentar, untuk mencicipi jatah kue pembangunan, segala cara dihalalkan. Tak peduli gagasan proyek muncul dari mana, atau ide kegiatan katakanlah datang dari komunitas marjinal alias “wong kecik”, tetap saja diperebutkan laksana durian jatuh dengan sendirinya.
Lebih konyol lagi, para pelaksana kegiatan (dulunya disebut Pimpro) yang semula “icak-icak” takut jadi pimpro tetapi jadi “kegalakan”, sengaja menafikan sebuah kronologis jatuhnya kue pembangunan di instansinya. Padahal dengan arif dan bijaksananya pemimpin daerah ini telah memberikan “warning” agar kue-kue pembangunan dibagi secara adil dan setara, berdasarkan urgensi, spesifikasi dan kredibilitas rekanan.
Tapi nyatanya, memasuki jadwal pelelangan kue pembangunan, praktek-praktek KKN-isme, premanisme bahkan barbarisme tergambar jelas di beberapa tempat pelelangan. Lebih sadis ketika lelang kue pengantin di daerah paling rawan, atau lelang ikan di pasar nelayan paling primitif. Namun itulah realitas.
Secara lateralis seorang kawan balas berkomentar, bahwa jika takut melihat kenyataan seperti itu, maka mundur saja atau berhenti menjadi pemborong. Lebih enak jadi pembohong berkedok intelektual atau jadi wartawan harian “muntaber” (muncul tanpa berita). Karena orang lebih takut dengan orang yang pura-pura pintar ketimbang yang memang benar-benar cerdas. Karena juga orang “keder” dengan wartawan, yang istilahnya kendaraan tanpa plat.
Lantas, kita masyarakat penerima pembangunan, menjadi bingung dan skeptis ketika melihat kenyataan tersebut. Bingung karena tidak punya modal kuat atau mental baja untuk turut jadi penikmat kue pembangunan. Skeptis karena sudah sangat maklum dengan yang namanya pembangunan, masyarakat hanya sebagai penonton bahkan jadi kambing, entah “kambing congek” atau “kambing hitam”.
Salam PALM
Read More..
Seorang kawan pernah berkomentar ringan, untuk secuil kue pembangunan alias jatah proyek, maka kita harus rela berjibaku, bahkan berani malu. Korbanan berupa rupiah dipandang bukan apa-apa, karena disamping itu faktor tulang belakang alias “becking” juga diperlukan. Ditambah lagi dengan kuat tidaknya menanggung malu, karena dituding “pengusaha gurem” atau “preman pasar”.
Seorang kawan lainnya juga turut berkomentar, untuk mencicipi jatah kue pembangunan, segala cara dihalalkan. Tak peduli gagasan proyek muncul dari mana, atau ide kegiatan katakanlah datang dari komunitas marjinal alias “wong kecik”, tetap saja diperebutkan laksana durian jatuh dengan sendirinya.
Lebih konyol lagi, para pelaksana kegiatan (dulunya disebut Pimpro) yang semula “icak-icak” takut jadi pimpro tetapi jadi “kegalakan”, sengaja menafikan sebuah kronologis jatuhnya kue pembangunan di instansinya. Padahal dengan arif dan bijaksananya pemimpin daerah ini telah memberikan “warning” agar kue-kue pembangunan dibagi secara adil dan setara, berdasarkan urgensi, spesifikasi dan kredibilitas rekanan.
Tapi nyatanya, memasuki jadwal pelelangan kue pembangunan, praktek-praktek KKN-isme, premanisme bahkan barbarisme tergambar jelas di beberapa tempat pelelangan. Lebih sadis ketika lelang kue pengantin di daerah paling rawan, atau lelang ikan di pasar nelayan paling primitif. Namun itulah realitas.
Secara lateralis seorang kawan balas berkomentar, bahwa jika takut melihat kenyataan seperti itu, maka mundur saja atau berhenti menjadi pemborong. Lebih enak jadi pembohong berkedok intelektual atau jadi wartawan harian “muntaber” (muncul tanpa berita). Karena orang lebih takut dengan orang yang pura-pura pintar ketimbang yang memang benar-benar cerdas. Karena juga orang “keder” dengan wartawan, yang istilahnya kendaraan tanpa plat.
Lantas, kita masyarakat penerima pembangunan, menjadi bingung dan skeptis ketika melihat kenyataan tersebut. Bingung karena tidak punya modal kuat atau mental baja untuk turut jadi penikmat kue pembangunan. Skeptis karena sudah sangat maklum dengan yang namanya pembangunan, masyarakat hanya sebagai penonton bahkan jadi kambing, entah “kambing congek” atau “kambing hitam”.
Salam PALM
Read More..
Sabtu, 03 Oktober 2009
LEBARAN II
Ketika hari lebaran tiba, sejak subuh udara Persada Indonesia seakan dipenuhi gema kalimat yang mengagung-agungkan asma Sang Khalik. Masjid-masjid penuh sesak, sampai halaman dan lapangan dipenuhi oleh jemaah Shalat Ied. Sungguh ironi karena pada hari-hari biasa, justru para jemaah dapat dihitung dengan jari. Pada hari lebaran, orang-orang yang tidak pernah shalat pun tampak khusyuk di tengah jemaah.
Namun, suasana khidmat, khusyuk dan syahdu pada hari lebaran tahun ini seakan sedikit lain. Hal ini barangkali sedikit banyaknya imbas dari kondisi ekonomi keluarga yang riskan akibat fluktuasi harga pasar yang melejit fantastis, melampaui ambang adaptasi dan survive rumah tangga kebanyakan rakyat Indonesia.
Lebaran tahun ini memang di tengah suasana krisis. Dampak kenaikan harga sembako, sungguh mengakibatkan penderitaan masyarakat kebanyakan menjadi kian menggunung. Sementara subsidi pemerintah kepada mereka berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai) uang senilai 100 ribu rupiah per bulan, tidak utuh diterima, disunat, diselewengkan dan dijual-belikan melalui praktek percaloan setingkat RT. Sehingga justru menambah coreng-moreng wajah Republik ini.
Namun, apakah makna lebaran di tengah krisis saat ini akan juga turut mengurangi fenomena unik dan khas menyambut datangnya perayaan hari raya, hari kemenangan umat muslim setelah bertarung melawan hawa nafsu di bulan suci Ramadhan? Jawabannya mari kita tanya kepada para pemimpin kita yang kok tega justru sibuk ngurusi kenaikan gaji dan THR…
Atau kita juga boleh bertanya kepada Sang Pencipta, dalam do’a malam gelap tatkala kita sebagai insan kamil merasa teraniaya. “Tuhan, jika Engkau memang tengah menguji kami karena Engkau pandang kami mampu menghadapinya, maka tetap akan kami hadapi juga ujian berat ini. Namun jika Engkau justru memberikan kami azab atas dosa-dosa kami dan pemimpin kami yang semakin bangga dengan dosa-dosanya, maka ampuni kami dan mereka…”
“Ampuni juga dosa para koruptor, ampuni dosa para provokator, ampuni dosa para penyebar teror, termasuk juga ampuni dosa-dosa para pengemis THR. Jikapun Engkau tidak berkenan, maka tetap ampuni kami yang tanpa sadar membiarkan hal-hal tersebut terjadi… Dan ampuni juga mereka, karena mereka tetap hamba-Mu…”
“Karena niat kami pada hari lebaran tahun ini, sama seperti lebaran tahun sebelumnya, yaitu mendapat ridho dan ampunan-Mu. Sehingga kami dapat kembali pada fitrah kami sebagai manusia biasa yang tak luput dari dosa-dosa…”
Salam PALM
Read More..
Namun, suasana khidmat, khusyuk dan syahdu pada hari lebaran tahun ini seakan sedikit lain. Hal ini barangkali sedikit banyaknya imbas dari kondisi ekonomi keluarga yang riskan akibat fluktuasi harga pasar yang melejit fantastis, melampaui ambang adaptasi dan survive rumah tangga kebanyakan rakyat Indonesia.
Lebaran tahun ini memang di tengah suasana krisis. Dampak kenaikan harga sembako, sungguh mengakibatkan penderitaan masyarakat kebanyakan menjadi kian menggunung. Sementara subsidi pemerintah kepada mereka berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai) uang senilai 100 ribu rupiah per bulan, tidak utuh diterima, disunat, diselewengkan dan dijual-belikan melalui praktek percaloan setingkat RT. Sehingga justru menambah coreng-moreng wajah Republik ini.
Namun, apakah makna lebaran di tengah krisis saat ini akan juga turut mengurangi fenomena unik dan khas menyambut datangnya perayaan hari raya, hari kemenangan umat muslim setelah bertarung melawan hawa nafsu di bulan suci Ramadhan? Jawabannya mari kita tanya kepada para pemimpin kita yang kok tega justru sibuk ngurusi kenaikan gaji dan THR…
Atau kita juga boleh bertanya kepada Sang Pencipta, dalam do’a malam gelap tatkala kita sebagai insan kamil merasa teraniaya. “Tuhan, jika Engkau memang tengah menguji kami karena Engkau pandang kami mampu menghadapinya, maka tetap akan kami hadapi juga ujian berat ini. Namun jika Engkau justru memberikan kami azab atas dosa-dosa kami dan pemimpin kami yang semakin bangga dengan dosa-dosanya, maka ampuni kami dan mereka…”
“Ampuni juga dosa para koruptor, ampuni dosa para provokator, ampuni dosa para penyebar teror, termasuk juga ampuni dosa-dosa para pengemis THR. Jikapun Engkau tidak berkenan, maka tetap ampuni kami yang tanpa sadar membiarkan hal-hal tersebut terjadi… Dan ampuni juga mereka, karena mereka tetap hamba-Mu…”
“Karena niat kami pada hari lebaran tahun ini, sama seperti lebaran tahun sebelumnya, yaitu mendapat ridho dan ampunan-Mu. Sehingga kami dapat kembali pada fitrah kami sebagai manusia biasa yang tak luput dari dosa-dosa…”
Salam PALM
Read More..
Jumat, 02 Oktober 2009
LEBARAN I
Lebaran atau perayaan hari raya Idul Fitri, barangkali agak berbeda dengan lebaran sebelumnya. Perbedaannya lebih disebabkan akibat situasi perekonomian nasional yang carut-marut. Namun demikian, hebatnya kaum muslim di negara mayoritas pemeluk Islam ini, lebaran tetap meriah dan “habis-habisan…”
Sebagai pemeluk “agama samawi” adalah sudah menjadi kewajiban sekaligus tradisi untuk merayakan hari kemenangan, yaitu hari raya setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Tidak peduli di tengah krisis multidimensi, dari krisis ekonomi sampai krisis politik. Yang terpenting adalah saatnya bersukacita pada hari lebaran.
Memang tradisi lebaran di negeri “gemah ripah loh jinawi” ini sudah menjadi pemandangan umum dan unik. Berbagai tradisi yang sinergis dengan puncak hari raya ini, khususnya di Indonesia, menghadirkan nuansa berjuta warna.
Sebut saja misalnya tradisi mudik lebaran, yang berdampak kepada hampir semua sektor riil. Mulai dari sarana-prasarana transportasi yang selalu menghadirkan problema, seperti resiko macet, naiknya ongkos, rawan kecelakaan dan kriminalitas. Sampai kepada terhentinya aktivitas produksi akibat liburnya para tenaga kerja, yang efeknya akan memacu laju inflasi kebutuhan pokok sebelum dan sesudah lebaran.
Tradisi unik lainnya adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), yang secara klasik selalu saja menyisakan persoalan. Ironisnya, tunjangan khusus tersebut mestinya diterima oleh karyawan suatu usaha, tetapi malah juga diterima oleh orang-orang yang tidak terlibat dalam usaha apapun.
Contohnya, jika sudah menjelang hari lebaran, para “oknum pengemis THR” bergentayangan di kantor instansi, toko, bahkan warung manisan. Bahkan tempat-tempat hiburan, hotel dan restoran, bahkan rumah tinggal bos-bos perusahaan tidak luput dari target operasi pengumpulan “icak-icaknyo THR”.
Mereka memakai beragam atribut dan bendera, mulai Wartawan (kebanyakan WTS alias Wartawan Tanpa Suratkabar), LSM (rata-rata LSM kategori LSMmmm alias Lembaga Sukanya Memprovokasi-menakuti-menipu-memeras-menghujat-menggurui-menyabotase-membodohi-mengemis-me… lainnya), Pejabat (biasanya pejabat kelas teri atau orang yang berlagak pejabat), sampai Orang Dekat Pimpinan (bisa ajudan kere, ngaku-ngaku famili, kawan bos atau tetangga jauh bos). Konyol-nya, orang-orang yang “diagangi” juga rela memberikan “sekedar untuk lebaran…”
Fenomena pemberian THR salah kaprah sudah terjadi sejak lama, dan terus saja berulang setiap tahunnya. Bahkan ada yang menimbulkan “gate” (skandal), seperti yang terjadi di daerah ini, dan belum terselesaikan juga…
Lebih heboh lagi, dengan dalih mau lebaran, para elit politik lokal sibuk “soan ke para pengusaha non pribumi”. Dapat oleh-oleh selusin softdrink, jadilah… Atau minta mentahnya saja, alias angpao…
Padahal ada yang lebih mulia, yang dapat dikerjakan oleh mereka orang-orang terhormat, seperti kegiatan pemberian THR bagi fakir-miskin, anak yatim-piatu dan kaum dhuafah. Toh, tidak seberapa yang dikeluarkan dibandingkan dengan rezeki yang didapat ketika duduk di singasana “jabatan basah”. Hitung-hitung mencuci harta yang “suam-suam” alias tak jelas halal-haramnya…
Tradisi unik lainnya adalah kesibukan di pusat-pusat perbelanjaan. Mulai dari kesibukan para keluarga yang memborong bahan pembuat kue, softdrink, snack, baju baru, bahkan furniture khususnya kursi baru, sampai kesibukan para supir taksi, ojek, tukang becak, kuli angkut, bahkan preman yang mengintai mangsa... Kesibukan ini semakin terasa menjelang detik-detik berakhirnya Bulan Suci Ramadhan.
Tradisi berikutnya yang juga unik adalah keceriaan di “Malam Takbiran”. Pada malam berakhirnya Ramadhan, tempat-tempat ibadah kaum muslim diramaikan dengan suara bedug bertalu-talu, mengiringi lapadz takbir yang berkumandang merdu dan syahdu. Bahkan tidak sedikit diatara kita yang meneteskan air mata, ketika mendengar gema takbir berkumandang. Entah beragam perasaan berkecamuk ketika itu, apalagi jika teringat keluarga yang jauh. Jauh terpisah jarak, atau sudah tidak bersama lagi di dunia ini…
Salam PALM
Read More..
Sebagai pemeluk “agama samawi” adalah sudah menjadi kewajiban sekaligus tradisi untuk merayakan hari kemenangan, yaitu hari raya setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Tidak peduli di tengah krisis multidimensi, dari krisis ekonomi sampai krisis politik. Yang terpenting adalah saatnya bersukacita pada hari lebaran.
Memang tradisi lebaran di negeri “gemah ripah loh jinawi” ini sudah menjadi pemandangan umum dan unik. Berbagai tradisi yang sinergis dengan puncak hari raya ini, khususnya di Indonesia, menghadirkan nuansa berjuta warna.
Sebut saja misalnya tradisi mudik lebaran, yang berdampak kepada hampir semua sektor riil. Mulai dari sarana-prasarana transportasi yang selalu menghadirkan problema, seperti resiko macet, naiknya ongkos, rawan kecelakaan dan kriminalitas. Sampai kepada terhentinya aktivitas produksi akibat liburnya para tenaga kerja, yang efeknya akan memacu laju inflasi kebutuhan pokok sebelum dan sesudah lebaran.
Tradisi unik lainnya adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), yang secara klasik selalu saja menyisakan persoalan. Ironisnya, tunjangan khusus tersebut mestinya diterima oleh karyawan suatu usaha, tetapi malah juga diterima oleh orang-orang yang tidak terlibat dalam usaha apapun.
Contohnya, jika sudah menjelang hari lebaran, para “oknum pengemis THR” bergentayangan di kantor instansi, toko, bahkan warung manisan. Bahkan tempat-tempat hiburan, hotel dan restoran, bahkan rumah tinggal bos-bos perusahaan tidak luput dari target operasi pengumpulan “icak-icaknyo THR”.
Mereka memakai beragam atribut dan bendera, mulai Wartawan (kebanyakan WTS alias Wartawan Tanpa Suratkabar), LSM (rata-rata LSM kategori LSMmmm alias Lembaga Sukanya Memprovokasi-menakuti-menipu-memeras-menghujat-menggurui-menyabotase-membodohi-mengemis-me… lainnya), Pejabat (biasanya pejabat kelas teri atau orang yang berlagak pejabat), sampai Orang Dekat Pimpinan (bisa ajudan kere, ngaku-ngaku famili, kawan bos atau tetangga jauh bos). Konyol-nya, orang-orang yang “diagangi” juga rela memberikan “sekedar untuk lebaran…”
Fenomena pemberian THR salah kaprah sudah terjadi sejak lama, dan terus saja berulang setiap tahunnya. Bahkan ada yang menimbulkan “gate” (skandal), seperti yang terjadi di daerah ini, dan belum terselesaikan juga…
Lebih heboh lagi, dengan dalih mau lebaran, para elit politik lokal sibuk “soan ke para pengusaha non pribumi”. Dapat oleh-oleh selusin softdrink, jadilah… Atau minta mentahnya saja, alias angpao…
Padahal ada yang lebih mulia, yang dapat dikerjakan oleh mereka orang-orang terhormat, seperti kegiatan pemberian THR bagi fakir-miskin, anak yatim-piatu dan kaum dhuafah. Toh, tidak seberapa yang dikeluarkan dibandingkan dengan rezeki yang didapat ketika duduk di singasana “jabatan basah”. Hitung-hitung mencuci harta yang “suam-suam” alias tak jelas halal-haramnya…
Tradisi unik lainnya adalah kesibukan di pusat-pusat perbelanjaan. Mulai dari kesibukan para keluarga yang memborong bahan pembuat kue, softdrink, snack, baju baru, bahkan furniture khususnya kursi baru, sampai kesibukan para supir taksi, ojek, tukang becak, kuli angkut, bahkan preman yang mengintai mangsa... Kesibukan ini semakin terasa menjelang detik-detik berakhirnya Bulan Suci Ramadhan.
Tradisi berikutnya yang juga unik adalah keceriaan di “Malam Takbiran”. Pada malam berakhirnya Ramadhan, tempat-tempat ibadah kaum muslim diramaikan dengan suara bedug bertalu-talu, mengiringi lapadz takbir yang berkumandang merdu dan syahdu. Bahkan tidak sedikit diatara kita yang meneteskan air mata, ketika mendengar gema takbir berkumandang. Entah beragam perasaan berkecamuk ketika itu, apalagi jika teringat keluarga yang jauh. Jauh terpisah jarak, atau sudah tidak bersama lagi di dunia ini…
Salam PALM
Read More..
Kamis, 01 Oktober 2009
BUDIDAYA BELUT IV
Perkembangan Belut
Belut berkembangbiak secara alami dialam terbuka dan dapat dibudidaya dengan perkembangbiakan normal dikolam dengan media pemeliharaan yang memenuhi persyaratan. Belut secara lami memiliki masa kawin selama musim hujan (4-5 bulan), dimalam hari dengan suhu sekitar 28° C atau lebih. Musim kawin ini ditandai dengan berkeliarannya belut jantan kepenjuru kolam, terutama ketepian dan dangkal yang akan menjadi lubang perkawinan.
Lubang berbentuk “U”dimana belut jantan akan membuat gelembung busa dipermukaan air untuk menarik perhatian betina, namun belut jantan menunggu pasangannya dikolam yang tidak berbusa. Telur-telur dikeluarkan disekitar lubang, dibawah busa dan setelah dibuahi akan dicakup pejantan untuk disemburkan dilubang persembunyian yang dijaga belut jantan.
Penetasan
Telur-telur ini akan menetas setelah 9-10 hari, tetapi dalam pendederan menetas pada hari ke 12-14. Anak-anak belut ini memiliki kulit kuning yang semakin hari akan berangsur-angsur menjadi coklat. Belut jantan akan tetap menjaga sampai belut muda berusia dua minggu atau mereka meninggalkan sarang penetasan untuk mencari makanan sendiri.
Makanan dan kebiasaan makan
Belut secara alamiah memakan segala jenis binatang kecil yang hidup atau terjatuh di air. Belut ini akan menyergap makanannya dengan membuat lubang perangkap, lubang ini menyerupai terowongan berdiameter 5 cm.
Hama belut
Belut jarang terserang penyakit yang disebabkan oleh kuman atau bakteri, namun mereka sering kekurangan pangan, kekeringan atau dimakan sesama belut dan predator lainnya, sehingga memerlukan air mengalir agar tetap sehat.
Setelah belut berkembang sesuai yang diharapkan, kita harus memperhatikan tata cara panen agar belut tidak luka dan tetap segar, baik untuk pasar lokal maupun antar daerah dan ekspor. Belut untuk pasar lokal hanya memerlukan ukuran sedang dengan umur 3-4 bulan, sedangkan ekspor perlu ukuran lebih besar dengan usia 6 – 7 bulan.
Perlakukan pasca panenpun juga harus diperhatikan, baik dalam membersihkan dan memperbaiki kolam pemeliharaan serta dilakukan penggantian media yang baru, sehingga makanan belut tidak habis bahkan semakin banyak.
Belut merupakan makanan bergizi yang layak dikonsumsi manusia, sehingga dapat dipasarkan dimanapun, baik lokal maupun ekspor dengan harga yang cukup menguntungkan.
Salam PALM
Read More..
Belut berkembangbiak secara alami dialam terbuka dan dapat dibudidaya dengan perkembangbiakan normal dikolam dengan media pemeliharaan yang memenuhi persyaratan. Belut secara lami memiliki masa kawin selama musim hujan (4-5 bulan), dimalam hari dengan suhu sekitar 28° C atau lebih. Musim kawin ini ditandai dengan berkeliarannya belut jantan kepenjuru kolam, terutama ketepian dan dangkal yang akan menjadi lubang perkawinan.
Lubang berbentuk “U”dimana belut jantan akan membuat gelembung busa dipermukaan air untuk menarik perhatian betina, namun belut jantan menunggu pasangannya dikolam yang tidak berbusa. Telur-telur dikeluarkan disekitar lubang, dibawah busa dan setelah dibuahi akan dicakup pejantan untuk disemburkan dilubang persembunyian yang dijaga belut jantan.
Penetasan
Telur-telur ini akan menetas setelah 9-10 hari, tetapi dalam pendederan menetas pada hari ke 12-14. Anak-anak belut ini memiliki kulit kuning yang semakin hari akan berangsur-angsur menjadi coklat. Belut jantan akan tetap menjaga sampai belut muda berusia dua minggu atau mereka meninggalkan sarang penetasan untuk mencari makanan sendiri.
Makanan dan kebiasaan makan
Belut secara alamiah memakan segala jenis binatang kecil yang hidup atau terjatuh di air. Belut ini akan menyergap makanannya dengan membuat lubang perangkap, lubang ini menyerupai terowongan berdiameter 5 cm.
Hama belut
Belut jarang terserang penyakit yang disebabkan oleh kuman atau bakteri, namun mereka sering kekurangan pangan, kekeringan atau dimakan sesama belut dan predator lainnya, sehingga memerlukan air mengalir agar tetap sehat.
Setelah belut berkembang sesuai yang diharapkan, kita harus memperhatikan tata cara panen agar belut tidak luka dan tetap segar, baik untuk pasar lokal maupun antar daerah dan ekspor. Belut untuk pasar lokal hanya memerlukan ukuran sedang dengan umur 3-4 bulan, sedangkan ekspor perlu ukuran lebih besar dengan usia 6 – 7 bulan.
Perlakukan pasca panenpun juga harus diperhatikan, baik dalam membersihkan dan memperbaiki kolam pemeliharaan serta dilakukan penggantian media yang baru, sehingga makanan belut tidak habis bahkan semakin banyak.
Belut merupakan makanan bergizi yang layak dikonsumsi manusia, sehingga dapat dipasarkan dimanapun, baik lokal maupun ekspor dengan harga yang cukup menguntungkan.
Salam PALM
Read More..
Rabu, 30 September 2009
BUDIDAYA BELUT III
Pemilihan Benih
Media pemeliharaan yang sudah lengkap dan siap untuk pemeliharaan, menuntut pemilihan bibit belut yang berkualitas agar menghasilkan keturunan normal.
Syarat Benih Belut : pertama, anggota tubuh utuh dan mulus atau tidak cacat atau bekas gigitan. kedua, mampu bergerak lincah dan agresif. ketiga, penampilan sehat yang ditunjukan dengan tubuh yang keras, tidak lemas tatkala dipegang. keempat, tubuh berukuran kecil dan berwarna kuning kecoklatan. kelima, usia berkisar 2-4 bulan.
Disamping itu diperhatikan pula pemilihan induk belut jantan dan betina sebagai berikut :
1. Ciri Induk Belut Jantan
Berukuran panjang lebih dari 40 cm.
Warna permukaan kulit gelap atau abu-abu.
Bentuk kepala tumpul.
Usia diatas sepuluh bulan.
2. Ciri Induk Belut Betina
Berukuran panjang 20-30 cm
Warna permukaan kulit cerah atau lebih muda
Warna hijau muda pada punggung dan warna putih kekuningan pada perut
Bentuk kepala runcing
Usia dibawah sembilan bulan.
Salam PALM
Read More..
Media pemeliharaan yang sudah lengkap dan siap untuk pemeliharaan, menuntut pemilihan bibit belut yang berkualitas agar menghasilkan keturunan normal.
Syarat Benih Belut : pertama, anggota tubuh utuh dan mulus atau tidak cacat atau bekas gigitan. kedua, mampu bergerak lincah dan agresif. ketiga, penampilan sehat yang ditunjukan dengan tubuh yang keras, tidak lemas tatkala dipegang. keempat, tubuh berukuran kecil dan berwarna kuning kecoklatan. kelima, usia berkisar 2-4 bulan.
Disamping itu diperhatikan pula pemilihan induk belut jantan dan betina sebagai berikut :
1. Ciri Induk Belut Jantan
Berukuran panjang lebih dari 40 cm.
Warna permukaan kulit gelap atau abu-abu.
Bentuk kepala tumpul.
Usia diatas sepuluh bulan.
2. Ciri Induk Belut Betina
Berukuran panjang 20-30 cm
Warna permukaan kulit cerah atau lebih muda
Warna hijau muda pada punggung dan warna putih kekuningan pada perut
Bentuk kepala runcing
Usia dibawah sembilan bulan.
Salam PALM
Read More..
Selasa, 29 September 2009
BUDIDAYA BELUT II
Tempat/Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi bakal pembuatan kolam ditempat yang tidak secara langsung terkena sinar matahari, meskipun dapat disiasati dengan pemberian peneduh. Disamping itu luas lahan dengan memperhatikan kemiringan dan batas calon kolam. Kolam ini dapat diatas tanah atau galian tanah, hal ini tergantung pada luas lahan yang akan memudahkan pengamatan, pembangunan konstruksi kolam, seperti pintu air, saringan dan lain sebagainya.
Pembuatan kolam
Lokasi yang telah ditentukan dengan memperhatikan persyaratan teknis dan jenis kolam, baik kolam penampungan induk, kolam pemijahan dan pendederan serta kolam pembesaran. Kolam-kolam ini memiliki ukuran tersndiri, pertama, Kolam Penampungan Induk berukuran 200 cm x 400 cm x 80 cm, kedua Kolam Pemijahan 200 cm x 200 cm x 100 cm, ketiga, Kolam Pembesaran 500 cm x 500 cm x 120 cm.
Media Pemeliharaan
Kolam budidaya belut menggunakan media pemelihaan sebagai tempat hidup berupa tanah/lumpur sawah yang dikeringkan, pupuk kandang, pupuk kompos (sekam/gabah padi yang dibusukkan), jerami padi, cincangan batang pisang, pupuk urea dan NPK dengan perbandingan kurang lebih sebagai berikut :
Lapisan paling bawah tanah/lumpur setinggi 20 cm.
1. Lapisan pupuk kandang setinggi 5 cm.
2. Lapisan tanah/lumpur setinggi 10 cm.
3. Lapisan Pupuk kompos setinggi 5 cm.
4. Lapisan tanah/lumpur setinggi 10 cm.
5. Lapisan jerami padi setinggi 15 cm, yang diatasnya ditaburi secara merata pupuk urea 2,5 kg dan NPK 2,5 kg untuk ukuran kolam 500 cm x 500 cm.
6. Perbandingan jumlah pupuk dan luas kolam ini juga dipergunakan dalam ukuran kolam, baik lebih besar maupun kecil.
7. Lapisan tanah/lumpur setinggi 20 cm.
8. Lapisan air dengan kedalaman setinggi 15 cm, yang ditaburi secara merata batang pisang sampai menutupi permukaan kolam.
Seluruh media pemeliharaan ini didiamkan agar terjadi proses permentasi dan siap untuk pemeliharaan belut selama kurang lebih dua minggu.
Salam PALM
Read More..
Pemilihan lokasi bakal pembuatan kolam ditempat yang tidak secara langsung terkena sinar matahari, meskipun dapat disiasati dengan pemberian peneduh. Disamping itu luas lahan dengan memperhatikan kemiringan dan batas calon kolam. Kolam ini dapat diatas tanah atau galian tanah, hal ini tergantung pada luas lahan yang akan memudahkan pengamatan, pembangunan konstruksi kolam, seperti pintu air, saringan dan lain sebagainya.
Pembuatan kolam
Lokasi yang telah ditentukan dengan memperhatikan persyaratan teknis dan jenis kolam, baik kolam penampungan induk, kolam pemijahan dan pendederan serta kolam pembesaran. Kolam-kolam ini memiliki ukuran tersndiri, pertama, Kolam Penampungan Induk berukuran 200 cm x 400 cm x 80 cm, kedua Kolam Pemijahan 200 cm x 200 cm x 100 cm, ketiga, Kolam Pembesaran 500 cm x 500 cm x 120 cm.
Media Pemeliharaan
Kolam budidaya belut menggunakan media pemelihaan sebagai tempat hidup berupa tanah/lumpur sawah yang dikeringkan, pupuk kandang, pupuk kompos (sekam/gabah padi yang dibusukkan), jerami padi, cincangan batang pisang, pupuk urea dan NPK dengan perbandingan kurang lebih sebagai berikut :
Lapisan paling bawah tanah/lumpur setinggi 20 cm.
1. Lapisan pupuk kandang setinggi 5 cm.
2. Lapisan tanah/lumpur setinggi 10 cm.
3. Lapisan Pupuk kompos setinggi 5 cm.
4. Lapisan tanah/lumpur setinggi 10 cm.
5. Lapisan jerami padi setinggi 15 cm, yang diatasnya ditaburi secara merata pupuk urea 2,5 kg dan NPK 2,5 kg untuk ukuran kolam 500 cm x 500 cm.
6. Perbandingan jumlah pupuk dan luas kolam ini juga dipergunakan dalam ukuran kolam, baik lebih besar maupun kecil.
7. Lapisan tanah/lumpur setinggi 20 cm.
8. Lapisan air dengan kedalaman setinggi 15 cm, yang ditaburi secara merata batang pisang sampai menutupi permukaan kolam.
Seluruh media pemeliharaan ini didiamkan agar terjadi proses permentasi dan siap untuk pemeliharaan belut selama kurang lebih dua minggu.
Salam PALM
Read More..
Senin, 28 September 2009
BUDIDAYA BELUT I
Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Suku ini terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis. Jenis-jenisnya banyak yang belum diperikan dengan lengkap sehingga angka-angka itu dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis (ditemukan di semua daerah tropika).
Belut berbeda dengan sidat, yang sering dipertukarkan. Ikan ini boleh dikatakan tidak memiliki sirip, kecuali sirip ekor yang juga tereduksi, sementara sidat masih memiliki sirip yang jelas. Ciri khas belut yang lain adalah tidak bersisik (atau hanya sedikit), dapat bernafas dari udara, bukaan insang sempit, tidak memiliki kantung renang dan tulang rusuk. Belut praktis merupakan hewan air darat, sementara kebanyakan sidat hidup di laut meski ada pula yang di air tawar. Mata belut kebanyakan tidak berfungsi baik; jenis-jenis yang tinggal di gua malahan buta.
Ukuran tubuh bervariasi. Monopterus indicus hanya berukuran 8,5 cm, sementara belut marmer Synbranchus marmoratus diketahui dapat mencapai 1,5m. Belut sawah sendiri, yang biasa dijumpai di sawah dan dijual untuk dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m (dalam bahasa Betawi disebut moa).
Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur. Semua belut adalah pemangsa. Daftar mangsanya biasanya hewan-hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, serangga, serta krustasea kecil.
Budidaya Belut saat ini dirasa sangat menguntungkan mengingat permintaan dalam dan luar negeri terus meningkat, namun Belut alam yang hidup bebas sangat sulit ditemukan.
Penggunaan pestisida pembahas hama dilahan pertanian ternyata berdampak menghilangnya sebagian spesies ikan, termasuk belut. Hal ini sangat memprihatinkan, bila dipandang dari segi keseimbangan alam. Kelestarian alam merupakan tanggungjawab bersama penghuni bumi.
Budidaya Belut sebenarnya tidak sulit dan juga tidak mahal. Masyarakat yang memiliki lahan sempit pun dapat memelihara belut. Secara Teknis Budidaya dan pemeliharaan belut (monopterus albus) hanya memerlukan perhatian dalam memilih tempat/lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, perkembangbiakan belut, penetasan, makanan dan kebiasaan makan serta hama. Disisi lain kita memerlukan tata cara panen, pasca panen, pemasaran dan pencatatan.
Salam PALM
Read More..
Belut berbeda dengan sidat, yang sering dipertukarkan. Ikan ini boleh dikatakan tidak memiliki sirip, kecuali sirip ekor yang juga tereduksi, sementara sidat masih memiliki sirip yang jelas. Ciri khas belut yang lain adalah tidak bersisik (atau hanya sedikit), dapat bernafas dari udara, bukaan insang sempit, tidak memiliki kantung renang dan tulang rusuk. Belut praktis merupakan hewan air darat, sementara kebanyakan sidat hidup di laut meski ada pula yang di air tawar. Mata belut kebanyakan tidak berfungsi baik; jenis-jenis yang tinggal di gua malahan buta.
Ukuran tubuh bervariasi. Monopterus indicus hanya berukuran 8,5 cm, sementara belut marmer Synbranchus marmoratus diketahui dapat mencapai 1,5m. Belut sawah sendiri, yang biasa dijumpai di sawah dan dijual untuk dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m (dalam bahasa Betawi disebut moa).
Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur. Semua belut adalah pemangsa. Daftar mangsanya biasanya hewan-hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, serangga, serta krustasea kecil.
Budidaya Belut saat ini dirasa sangat menguntungkan mengingat permintaan dalam dan luar negeri terus meningkat, namun Belut alam yang hidup bebas sangat sulit ditemukan.
Penggunaan pestisida pembahas hama dilahan pertanian ternyata berdampak menghilangnya sebagian spesies ikan, termasuk belut. Hal ini sangat memprihatinkan, bila dipandang dari segi keseimbangan alam. Kelestarian alam merupakan tanggungjawab bersama penghuni bumi.
Budidaya Belut sebenarnya tidak sulit dan juga tidak mahal. Masyarakat yang memiliki lahan sempit pun dapat memelihara belut. Secara Teknis Budidaya dan pemeliharaan belut (monopterus albus) hanya memerlukan perhatian dalam memilih tempat/lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, perkembangbiakan belut, penetasan, makanan dan kebiasaan makan serta hama. Disisi lain kita memerlukan tata cara panen, pasca panen, pemasaran dan pencatatan.
Salam PALM
Read More..
Minggu, 27 September 2009
SEBUAH EPISODE KELABU
Malam minggu,
Tiada yang ditunggu,
Engkau jauh,
Dia jauh,
Mereka jauh…
Malam minggu,
Hanya termangu,
Ruang bisu,
Piranti gagu,
Lidah kelu…
Malam minggu,
Lantai abu-abu,
Kursi biru,
Meja baru,
Bunga layu…
Malam minggu,
Wajah kaku,
Jemari beradu,
Huruf satu-satu,
Jadi episode kelabu…
Mata sayu,
Jiwa sendu,
Hati ragu,
Akankah berlalu,
Sebuah bayang semu…
Hari berlalu,
Esok menunggu,
Harapan terus baru,
Kenangan tetap satu,
Kau, dia, mereka dan diriku…
Salam PALM
Read More..
Tiada yang ditunggu,
Engkau jauh,
Dia jauh,
Mereka jauh…
Malam minggu,
Hanya termangu,
Ruang bisu,
Piranti gagu,
Lidah kelu…
Malam minggu,
Lantai abu-abu,
Kursi biru,
Meja baru,
Bunga layu…
Malam minggu,
Wajah kaku,
Jemari beradu,
Huruf satu-satu,
Jadi episode kelabu…
Mata sayu,
Jiwa sendu,
Hati ragu,
Akankah berlalu,
Sebuah bayang semu…
Hari berlalu,
Esok menunggu,
Harapan terus baru,
Kenangan tetap satu,
Kau, dia, mereka dan diriku…
Salam PALM
Read More..
Sabtu, 26 September 2009
SEBUAH EPISODE BEBAS
Jam sembilan malam ini,
Terbebas diri,
Dari ilusi…
Jam sepuluh malam ini,
Bebas memilih,
Lepas jadi…
Penjara hati memang sulit,
Lebih dari perut melilit,
Atau hutang membelit,
Sungguh sakit…
Korbanan rasa memang beda,
Dari harta tak berhingga,
Lebih dari nilai segala,
Tentang cinta…
Jam sebelas malam ini,
Masih saja di penjara hati,
Belum rela bergeser bebaskan diri,
Neraka ini memang membuat ngeri…
Baiklah badan kuberi racun,
Dengan caffeine dan nicotine…
Daripada memendam rasa salah,
Lebih baik kubebaskan saja dia…
Bebas… bebas…
Bebaslah hati…
Bebas… bebas…
Bebas memilih…
Masihlah…
Atau sudahlah…
Salam PALM
Read More..
Terbebas diri,
Dari ilusi…
Jam sepuluh malam ini,
Bebas memilih,
Lepas jadi…
Penjara hati memang sulit,
Lebih dari perut melilit,
Atau hutang membelit,
Sungguh sakit…
Korbanan rasa memang beda,
Dari harta tak berhingga,
Lebih dari nilai segala,
Tentang cinta…
Jam sebelas malam ini,
Masih saja di penjara hati,
Belum rela bergeser bebaskan diri,
Neraka ini memang membuat ngeri…
Baiklah badan kuberi racun,
Dengan caffeine dan nicotine…
Daripada memendam rasa salah,
Lebih baik kubebaskan saja dia…
Bebas… bebas…
Bebaslah hati…
Bebas… bebas…
Bebas memilih…
Masihlah…
Atau sudahlah…
Salam PALM
Read More..
Jumat, 25 September 2009
SEBUAH EPISODE NIKMAT
Kolak kolang-kaling pisang raja,
Es kelapa muda gula merah,
Segelas kopi agak pahit,
Sebatang rokok,
Sebuah ide…
Hidup memang untuk dinikmati saja,
Karena ketika mati nikmat itu sirna,
Walau hanya sekedar mati rasa…
Sepiring nasi beras ladang,
Sepotong tempe gorengan,
Semangkuk sup hangat,
Sesendok sambal tomat,
Hati senang,
Jiwa nikmat…
Hidup kaya bukan lantaran harta,
Sebab bahagia lebih dari segalanya,
Nikmat hidup hanyalah sederhana,
Selalu bersyukur dan ikhlas menerima…
Sebatang rokok lagi sehabis makan,
Segelas kopi agak pahit lagi jadi teman,
Sebuah layar datar dengan sebaris tuts huruf,
Lengkaplah hanya untuk sekedar nikmati hidup…
Hidup cuma sekali,
Jadikan ia berarti…
Salam PALM
Read More..
Es kelapa muda gula merah,
Segelas kopi agak pahit,
Sebatang rokok,
Sebuah ide…
Hidup memang untuk dinikmati saja,
Karena ketika mati nikmat itu sirna,
Walau hanya sekedar mati rasa…
Sepiring nasi beras ladang,
Sepotong tempe gorengan,
Semangkuk sup hangat,
Sesendok sambal tomat,
Hati senang,
Jiwa nikmat…
Hidup kaya bukan lantaran harta,
Sebab bahagia lebih dari segalanya,
Nikmat hidup hanyalah sederhana,
Selalu bersyukur dan ikhlas menerima…
Sebatang rokok lagi sehabis makan,
Segelas kopi agak pahit lagi jadi teman,
Sebuah layar datar dengan sebaris tuts huruf,
Lengkaplah hanya untuk sekedar nikmati hidup…
Hidup cuma sekali,
Jadikan ia berarti…
Salam PALM
Read More..
Kamis, 24 September 2009
SEBUAH EPISODE BERPISAH
Selepas buka hari ini,
Ayah akan pergi lagi,
Entah berapa hari,
Menjelang idul fitri…
Sehabis sholat isya nanti,
Ayah akan merantau lagi,
Mencari nafkah untuk lebaran nanti,
Untuk beli baju baru dan pernik idul fitri…
Doakan ayah dapat rezeki melimpah,
Dari jalan yang terang, halal dan penuh berkah,
Agar lekat di raga dan jiwa menjadi aliran darah,
Agar anak-anak tumbuh perkasa, cerdas dan takwa…
Berat memang rasanya,
Pergi meninggalkan bahagia,
Untuk bertarung dalam hidup dan kerja,
Namun inilah makna tanggung jawab kepala keluarga…
Untuk apalagi mengais rezeki,
Jika bukan untuk keluarga terkasih…
Untuk apa merelakan hari-hari sepi,
Kalau bukan untuk anak-anak dan isteri…
Doa kalian adalah mukjizat alami,
Bagi ayah yang berjuang tanpa letih…
Rindu dan cinta kalian adalah kekuatan hati,
Untuk ayah yang tak lagi rasakan onak dan duri…
Sebab hidup adalah perjuangan menggapai asa,
Sebab bagi ayah keluarga adalah segalanya...
Salam PALM
Read More..
Ayah akan pergi lagi,
Entah berapa hari,
Menjelang idul fitri…
Sehabis sholat isya nanti,
Ayah akan merantau lagi,
Mencari nafkah untuk lebaran nanti,
Untuk beli baju baru dan pernik idul fitri…
Doakan ayah dapat rezeki melimpah,
Dari jalan yang terang, halal dan penuh berkah,
Agar lekat di raga dan jiwa menjadi aliran darah,
Agar anak-anak tumbuh perkasa, cerdas dan takwa…
Berat memang rasanya,
Pergi meninggalkan bahagia,
Untuk bertarung dalam hidup dan kerja,
Namun inilah makna tanggung jawab kepala keluarga…
Untuk apalagi mengais rezeki,
Jika bukan untuk keluarga terkasih…
Untuk apa merelakan hari-hari sepi,
Kalau bukan untuk anak-anak dan isteri…
Doa kalian adalah mukjizat alami,
Bagi ayah yang berjuang tanpa letih…
Rindu dan cinta kalian adalah kekuatan hati,
Untuk ayah yang tak lagi rasakan onak dan duri…
Sebab hidup adalah perjuangan menggapai asa,
Sebab bagi ayah keluarga adalah segalanya...
Salam PALM
Read More..
Rabu, 23 September 2009
SEBUAH EPISODE BERBUKA
Jam enam sore di hari ini bulan ini,
Seperti kemarin dan juga esoknya,
Saat-saat menunggu buka puasa tiba…
Di gelaran karpet kecil telah sedia,
Hidangan berbuka penawar dahaga,
Es kelapa muda, kolak dan irisan buah…
Jam enam lewat lima belas menit tiba,
Tabuhan bedug pertanda saat berbuka,
Tangan tengadah berdoa kepada Sang Pencipta,
Bersyukur akan hari-hari yang dilalui karena-Nya…
Sengaja kami berbuka puasa,
Wajib atas kami karena Allah…
Mulut mungil buah hati kami berdecap lucu,
Menyeruput es kelapa muda suguhan bunda…
Sesekali celoteh canda turut mewarnai,
Sementara hidangan buka tandas tak tersisa…
Segarnya es kelapa muda,
Lebih dari sekedar penawar dahaga,
Karena hikmah dibaliknya lebih bermakna,
Akan arti menikmati rahmat dengan sederhana…
Seperti saat berbuka,
Seperti saat beribadah,
Seperti saat bahagia membuncah,
DIA memang Maha Kaya dan Pemurah…
Kita manusia tinggal mengartikannya,
Tiada berlebih dan tiada bersisa,
Hidup dan keluarga ini ada,
Hanya karena Allah…
Salam PALM
Read More..
Seperti kemarin dan juga esoknya,
Saat-saat menunggu buka puasa tiba…
Di gelaran karpet kecil telah sedia,
Hidangan berbuka penawar dahaga,
Es kelapa muda, kolak dan irisan buah…
Jam enam lewat lima belas menit tiba,
Tabuhan bedug pertanda saat berbuka,
Tangan tengadah berdoa kepada Sang Pencipta,
Bersyukur akan hari-hari yang dilalui karena-Nya…
Sengaja kami berbuka puasa,
Wajib atas kami karena Allah…
Mulut mungil buah hati kami berdecap lucu,
Menyeruput es kelapa muda suguhan bunda…
Sesekali celoteh canda turut mewarnai,
Sementara hidangan buka tandas tak tersisa…
Segarnya es kelapa muda,
Lebih dari sekedar penawar dahaga,
Karena hikmah dibaliknya lebih bermakna,
Akan arti menikmati rahmat dengan sederhana…
Seperti saat berbuka,
Seperti saat beribadah,
Seperti saat bahagia membuncah,
DIA memang Maha Kaya dan Pemurah…
Kita manusia tinggal mengartikannya,
Tiada berlebih dan tiada bersisa,
Hidup dan keluarga ini ada,
Hanya karena Allah…
Salam PALM
Read More..
Selasa, 22 September 2009
SEBUAH EPISODE SAHUR
Setengah empat dinihari,
Lelap terjaga oleh gaduh anak masjid,
Tetabuhan bertingkah kadang tak teratur,
Seiring teriakan sengau bangunkan sahur…
Berat mata menggeliat perih,
Kantuk yang tertahan karena sebuah keharusan,
Esok harinya wajib puasa tunaikan rukun agama,
Sementara juga contoh bagi isteri, anak dan keluarga…
Lelaki kecil umur tujuh tahunan juga terbangun,
Ketika sang ayah ajarkan sebuah ritual keyakinan,
Bahwa hidup ini harus dihiasi dengan keimanan,
Supaya kelak kuat ketika diterpa badai kehidupan…
Gadis kecil umur tiga tahunan menggeliat terjaga,
Ketika sang bunda ajak nikmati arti kebersamaan,
Dalam sebuah tuntunan keluarga sederhana sakinah,
Supaya nanti tegar mendampingi nakhoda pilihan…
Jam tiga dinihari bunda sudah terjaga,
Menyiapkan sajian sahur bernuansa tradisi,
Keluarga memang butuh sebuah ajaran lama,
Tentang memegang tradisi luhur nan lestari…
Aku, bunda isteriku serta anakku Alfi dan Alya,
Setiap tahun di satu bulan suci selalu menanti,
Saat bahagia beribadah di bulan penuh berkah,
Jelang hari kemenangan penuh ceria di idhul fitri…
Sahur menjadi dinihari yang dinanti,
Saat melawan kantuk dan lelap lena,
Sahur menjadi penawar hidup nan gurih,
Sebab badai masalah menggoreng jiwa lelah…
Jam empat dinihari,
Saat hidangan sahur telah tersaji,
Semburat niat puasa terucap lirih,
Dari kelu lidah soleh keluarga islami…
Saat tanda imsyak datang sudah,
Alya si gadis kecil tetap di dapur membantu bunda,
Membereskan sisa sajian sahur yang masih tersisa,
Sementara abangnya si Alfi menonton tivi siarah dakwah…
Aku terharu dan bahagia,
Aku merasa inilah keluarga…
Keluarga kecil nan sederhana,
Keluarga penyejuk relung jiwa…
Pasti suasana sahur selalu kurindu,
Pasti bukan hanya masakan isteriku,
Kebersamaan dalam cinta menjadi nomor satu,
Dari ikatan suci keluarga yang terlahir dari kalbu…
Sungguh selalu kurindu saat-saat sahur itu,
Dari waktu ke waktu yang berlalu,
Dari sisa nafas yang tak tentu…
Salam PALM
Read More..
Lelap terjaga oleh gaduh anak masjid,
Tetabuhan bertingkah kadang tak teratur,
Seiring teriakan sengau bangunkan sahur…
Berat mata menggeliat perih,
Kantuk yang tertahan karena sebuah keharusan,
Esok harinya wajib puasa tunaikan rukun agama,
Sementara juga contoh bagi isteri, anak dan keluarga…
Lelaki kecil umur tujuh tahunan juga terbangun,
Ketika sang ayah ajarkan sebuah ritual keyakinan,
Bahwa hidup ini harus dihiasi dengan keimanan,
Supaya kelak kuat ketika diterpa badai kehidupan…
Gadis kecil umur tiga tahunan menggeliat terjaga,
Ketika sang bunda ajak nikmati arti kebersamaan,
Dalam sebuah tuntunan keluarga sederhana sakinah,
Supaya nanti tegar mendampingi nakhoda pilihan…
Jam tiga dinihari bunda sudah terjaga,
Menyiapkan sajian sahur bernuansa tradisi,
Keluarga memang butuh sebuah ajaran lama,
Tentang memegang tradisi luhur nan lestari…
Aku, bunda isteriku serta anakku Alfi dan Alya,
Setiap tahun di satu bulan suci selalu menanti,
Saat bahagia beribadah di bulan penuh berkah,
Jelang hari kemenangan penuh ceria di idhul fitri…
Sahur menjadi dinihari yang dinanti,
Saat melawan kantuk dan lelap lena,
Sahur menjadi penawar hidup nan gurih,
Sebab badai masalah menggoreng jiwa lelah…
Jam empat dinihari,
Saat hidangan sahur telah tersaji,
Semburat niat puasa terucap lirih,
Dari kelu lidah soleh keluarga islami…
Saat tanda imsyak datang sudah,
Alya si gadis kecil tetap di dapur membantu bunda,
Membereskan sisa sajian sahur yang masih tersisa,
Sementara abangnya si Alfi menonton tivi siarah dakwah…
Aku terharu dan bahagia,
Aku merasa inilah keluarga…
Keluarga kecil nan sederhana,
Keluarga penyejuk relung jiwa…
Pasti suasana sahur selalu kurindu,
Pasti bukan hanya masakan isteriku,
Kebersamaan dalam cinta menjadi nomor satu,
Dari ikatan suci keluarga yang terlahir dari kalbu…
Sungguh selalu kurindu saat-saat sahur itu,
Dari waktu ke waktu yang berlalu,
Dari sisa nafas yang tak tentu…
Salam PALM
Read More..
Senin, 21 September 2009
SEBUAH EPISODE BAHAGIA
Jam tiga dinihari,
Mobil yang kutumpangi berhenti,
Tepat di depan pagar rumah beraroma melati…
Di pintu pagar terali halaman penuh bunga,
Seorang perempuan menunggu dengan sumringah,
Terlihat cantik dengan tatapannya nan penuh cinta…
Sesaat kemudian kulangkahkan kaki masuk ke rumah,
Rumah yang kami dapat dengan keringat dan jerih payah,
Saat bersama merenda hari-hari penuh suka duka dan cerita…
Aroma rumah ini tak kan ku lupa,
Sensasi nyaman menyergap raga…
Sayup terdengar sapaan “Aldo” si pejantan kucing Persia,
Dari kamar mengalun dengkuran halus anak-anakku tercinta,
Gemericik air aquarium besar ruang tamu turut menambah
serasa tentram ruang-ruang jiwa yang rindu kembali ke rumah…
Bahagia luar biasa…
Bahagia jiwa raga…
Kembali ke dekapan sisi jiwa…
Bersama untuk hari-hari tersisa…
Salam PALM
Read More..
Mobil yang kutumpangi berhenti,
Tepat di depan pagar rumah beraroma melati…
Di pintu pagar terali halaman penuh bunga,
Seorang perempuan menunggu dengan sumringah,
Terlihat cantik dengan tatapannya nan penuh cinta…
Sesaat kemudian kulangkahkan kaki masuk ke rumah,
Rumah yang kami dapat dengan keringat dan jerih payah,
Saat bersama merenda hari-hari penuh suka duka dan cerita…
Aroma rumah ini tak kan ku lupa,
Sensasi nyaman menyergap raga…
Sayup terdengar sapaan “Aldo” si pejantan kucing Persia,
Dari kamar mengalun dengkuran halus anak-anakku tercinta,
Gemericik air aquarium besar ruang tamu turut menambah
serasa tentram ruang-ruang jiwa yang rindu kembali ke rumah…
Bahagia luar biasa…
Bahagia jiwa raga…
Kembali ke dekapan sisi jiwa…
Bersama untuk hari-hari tersisa…
Salam PALM
Read More..
Minggu, 20 September 2009
SEBUAH EPISODE KEMBALI
Kembali dari perantauan nun jauh di mata,
Terbayang rumah, isteri dan anak-anak tercinta,
Entah telah sebagaimana rupa dan prilaku mereka,
Saat berapa lama terpisah raga dari sang nakhoda bahtera…
Istriku pasti tambah langsing dan ayu,
Sebab berdiet ketat dan minum pelangsing tubuh,
Ditambah fikiran jauh berbaur menjadi segunung rindu…
Anak laki-lakiku pasti tambah pintar dan nakal,
Sebab naik kelas dan bertambah kawan dikenal,
Ditambah lingkungan modern yang cenderung brutal…
Anak perempuanku pasti tambah cantik dan kenes,
Sebab suka didandani bundanya sampai bikin gemes,
Ditambah celoteh lucu dari meniru siapa saja yang interes…
Kembali memang selalu membuat rindu,
Dari keinginan bertemu dengan cinta dan masa lalu,
Masa dimana semua seperti belum terenggut sepi nan bisu,
Saat menanti untuk kembali ke rumah, istri dan anak-anakku,
Yang ditinggal kemarin sebab demi kehidupan pencarian sesuatu,
Sesuatu itu harapan, cita-cita, kasih, sayang, cinta dan segumpal rindu…
Salam PALM
Read More..
Terbayang rumah, isteri dan anak-anak tercinta,
Entah telah sebagaimana rupa dan prilaku mereka,
Saat berapa lama terpisah raga dari sang nakhoda bahtera…
Istriku pasti tambah langsing dan ayu,
Sebab berdiet ketat dan minum pelangsing tubuh,
Ditambah fikiran jauh berbaur menjadi segunung rindu…
Anak laki-lakiku pasti tambah pintar dan nakal,
Sebab naik kelas dan bertambah kawan dikenal,
Ditambah lingkungan modern yang cenderung brutal…
Anak perempuanku pasti tambah cantik dan kenes,
Sebab suka didandani bundanya sampai bikin gemes,
Ditambah celoteh lucu dari meniru siapa saja yang interes…
Kembali memang selalu membuat rindu,
Dari keinginan bertemu dengan cinta dan masa lalu,
Masa dimana semua seperti belum terenggut sepi nan bisu,
Saat menanti untuk kembali ke rumah, istri dan anak-anakku,
Yang ditinggal kemarin sebab demi kehidupan pencarian sesuatu,
Sesuatu itu harapan, cita-cita, kasih, sayang, cinta dan segumpal rindu…
Salam PALM
Read More..
Sabtu, 19 September 2009
SEBUAH EPISODE MEMENDAM
Semua yang memendam sungguh menyiksa,
Memendam kerinduan bukanlah pilihan bijaksana,
Memendam hasrat juga bukan solusi masalah…
Apalagi memendam benci yang membara,
Bagai berjalan di atas duri bernanah,
Atau hidup di dunia antah berantah…
Semua yang memendam tidak menentramkan jiwa,
Memendam cinta yang membuncah di dada hingga kepala,
Atau ketika memendam amarah entah kepada siapa…
Apalagi memendam gagasan digjaya,
Cukup dinanti kemudian diambil alih siapa,
Sungguh menyakitkan sampai di aliran darah…
Ku pendam rindu untuk siapa,
Ku tanam hasrat juga untuk apa,
Ku semai benci lalu jadi bagaimana…
Ku tuai cinta berbayang dusta buat apa,
Ku tahan juga banyak gagasan seberapa lama,
Sebab memendam bukan menyelesaikan segala…
Salam PALM
Read More..
Memendam kerinduan bukanlah pilihan bijaksana,
Memendam hasrat juga bukan solusi masalah…
Apalagi memendam benci yang membara,
Bagai berjalan di atas duri bernanah,
Atau hidup di dunia antah berantah…
Semua yang memendam tidak menentramkan jiwa,
Memendam cinta yang membuncah di dada hingga kepala,
Atau ketika memendam amarah entah kepada siapa…
Apalagi memendam gagasan digjaya,
Cukup dinanti kemudian diambil alih siapa,
Sungguh menyakitkan sampai di aliran darah…
Ku pendam rindu untuk siapa,
Ku tanam hasrat juga untuk apa,
Ku semai benci lalu jadi bagaimana…
Ku tuai cinta berbayang dusta buat apa,
Ku tahan juga banyak gagasan seberapa lama,
Sebab memendam bukan menyelesaikan segala…
Salam PALM
Read More..
Jumat, 18 September 2009
SEBUAH EPISODE KETAKUTAN
Aku tak boleh bicara,
Aku dilarang bekerja,
Aku diminta diam saja,
Manakala mereka ada…
Aku tak kuasa bicara,
Aku tak sanggup bekerja,
Aku memilih mematung saja,
Manakala mereka memintanya…
Namun aku juga tak kuasa,
Tuk berikan tenaga bahkan jiwa,
Juga persembahan raga bahkan nyawa,
Manakala semua korbanan akan jadi sia-sia…
Aku dan mereka memang berbeda,
Bahkan aku dan kamu tidaklah sama,
Memandang arti takut dalam kehidupan,
Sebab dibutuhkan lebih dari sekedar keberanian,
Untuk menghadapi hidup yang penuh warna…
Salam PALM
Read More..
Aku dilarang bekerja,
Aku diminta diam saja,
Manakala mereka ada…
Aku tak kuasa bicara,
Aku tak sanggup bekerja,
Aku memilih mematung saja,
Manakala mereka memintanya…
Namun aku juga tak kuasa,
Tuk berikan tenaga bahkan jiwa,
Juga persembahan raga bahkan nyawa,
Manakala semua korbanan akan jadi sia-sia…
Aku dan mereka memang berbeda,
Bahkan aku dan kamu tidaklah sama,
Memandang arti takut dalam kehidupan,
Sebab dibutuhkan lebih dari sekedar keberanian,
Untuk menghadapi hidup yang penuh warna…
Salam PALM
Read More..
Kamis, 17 September 2009
MUDIK LEBARAN
MUDIK LEBARAN menjadi tradisi unik, eksotik dan kolosal, dan hanya terjadi di Indonesia. Tradisi mudik atau pulang ke kampung halaman dari perantauan menjelang perayaan hari raya umat Islam, menjadi sebuah fenomena yang telah berlangsung lama, serta menyisakan banyak cerita dan kenangan tersendiri bagi pelaku mudik lebaran. Ada kebahagiaan tersendiri, disamping tak jarang menyisakan kesedihan yang mendalam dari kejadian yang bernama mudik...
Keceriaan terpancar dari wajah-wajah bahagia bercampur rindu dengan keluarga di tanah asal, manakala lebaran kali ini berkesempatan untuk mudik. Namun juga ada kesedihan yang syahdu dari mereka yang jangankan untuk mudik, untuk makan keseharian saja masih berjuang. Atau ketika ada bagian keluarga yang tidak dapat ditemui lagi di tradisi mudik lebaran kali ini, karena telah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa...
Seminggu sebelum hari raya, bahkan jauh hari, tempat pemberangkatan umum ramai, penuh sesak calon penumpang. Entah di terminal bis, stasiun kereta api, pelabuhan kapal laut, atau di bandara. Jalanan juga ramai oleh arus mudik kendaraan pribadi, mobil ataupun motor. Tak jarang kejadian tidak mengenakkan atau musibah kecelakaan terjadi...
Kesan unik, terkadang konyol terlihat dari prilaku para pemudik. Dengan barang bawaan, yang kebanyakan adalah oleh-oleh untuk keluarga di kampung, dandanan yang "gaul" atau perlente, wajah sumringah bercampur kusut karena kelelahan antri membeli tiket, menjadi sebuah pemandangan "eksotis".
Ratusan, bahkan ribuan pemudik memadati tempat pemberangkatan, juga jalan raya menjadi sesuatu yang "kolosal". Ramai, sesak dan "kusut" tergambar, terlebih turut diramaikan juga dengan pedagang asongan, sampai calo tiket. Warung pinggir jalan "kagetan" juga bermunculan di sepanjang jalur mudik, turut menangguk rezeki dari "kocek" para pemudik yang mampir.
Tua, muda, miskin, kaya, larut dalam suasana khas mudik pulang kampung. Sayangnya, sebagian dari para pemudik yang mestinya masih berpuasa, terlihat tidak puasa. Padahal bulan puasa masih belum usai. Padahal lebaran adalah perayaan kemenangan bagi mereka yang sebulan penuh telah menunaikan ibadah puasa...
Aneh dan unik, tapi nyata terjadi setiap tahunnya di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Aneh karena terjadi terus berulang tiap tahunnya dan hanya di Indonesia. Unik karena setiap tahun arus pemudik terus bertambah ramai, dan selalu ada saja kejadian atau musibah. Kecelakaan, kecopetan, atau tidak kebagian tiket angkutan umum lebaran, sehingga gagal mudik...
Dengan segala keunikan dan kejadian di hari mudik, tentu menjadi perhatian banyak pihak untuk mengantisipasinya. Baik dari aparat, pelaku atau "agen" perjalan, juga para pemudik itu sendiri. Hal-hal yang tidak diinginkan, tidak semestinya terjadi di suasana bahagia menyambut hari kemenangan umat Islam.
Semoga tradisi mudik lebaran tetap abadi di Indonesia, namun juga tetap memberikan suasana kondusif, semakin aman dan tidak menyisakan cerita duka. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1430 Hijriah, mohon maaf lahir dan bathin...
Salam PALM
Read More..
Keceriaan terpancar dari wajah-wajah bahagia bercampur rindu dengan keluarga di tanah asal, manakala lebaran kali ini berkesempatan untuk mudik. Namun juga ada kesedihan yang syahdu dari mereka yang jangankan untuk mudik, untuk makan keseharian saja masih berjuang. Atau ketika ada bagian keluarga yang tidak dapat ditemui lagi di tradisi mudik lebaran kali ini, karena telah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa...
Seminggu sebelum hari raya, bahkan jauh hari, tempat pemberangkatan umum ramai, penuh sesak calon penumpang. Entah di terminal bis, stasiun kereta api, pelabuhan kapal laut, atau di bandara. Jalanan juga ramai oleh arus mudik kendaraan pribadi, mobil ataupun motor. Tak jarang kejadian tidak mengenakkan atau musibah kecelakaan terjadi...
Kesan unik, terkadang konyol terlihat dari prilaku para pemudik. Dengan barang bawaan, yang kebanyakan adalah oleh-oleh untuk keluarga di kampung, dandanan yang "gaul" atau perlente, wajah sumringah bercampur kusut karena kelelahan antri membeli tiket, menjadi sebuah pemandangan "eksotis".
Ratusan, bahkan ribuan pemudik memadati tempat pemberangkatan, juga jalan raya menjadi sesuatu yang "kolosal". Ramai, sesak dan "kusut" tergambar, terlebih turut diramaikan juga dengan pedagang asongan, sampai calo tiket. Warung pinggir jalan "kagetan" juga bermunculan di sepanjang jalur mudik, turut menangguk rezeki dari "kocek" para pemudik yang mampir.
Tua, muda, miskin, kaya, larut dalam suasana khas mudik pulang kampung. Sayangnya, sebagian dari para pemudik yang mestinya masih berpuasa, terlihat tidak puasa. Padahal bulan puasa masih belum usai. Padahal lebaran adalah perayaan kemenangan bagi mereka yang sebulan penuh telah menunaikan ibadah puasa...
Aneh dan unik, tapi nyata terjadi setiap tahunnya di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Aneh karena terjadi terus berulang tiap tahunnya dan hanya di Indonesia. Unik karena setiap tahun arus pemudik terus bertambah ramai, dan selalu ada saja kejadian atau musibah. Kecelakaan, kecopetan, atau tidak kebagian tiket angkutan umum lebaran, sehingga gagal mudik...
Dengan segala keunikan dan kejadian di hari mudik, tentu menjadi perhatian banyak pihak untuk mengantisipasinya. Baik dari aparat, pelaku atau "agen" perjalan, juga para pemudik itu sendiri. Hal-hal yang tidak diinginkan, tidak semestinya terjadi di suasana bahagia menyambut hari kemenangan umat Islam.
Semoga tradisi mudik lebaran tetap abadi di Indonesia, namun juga tetap memberikan suasana kondusif, semakin aman dan tidak menyisakan cerita duka. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1430 Hijriah, mohon maaf lahir dan bathin...
Salam PALM
Read More..
Rabu, 16 September 2009
SEBUAH EPISODE SENJA
Senja temaram di dermaga,
Kapal dan pelabuhan bersenggama,
Anak buah kapal dan kuli bercengkerama,
Penjahat dan perempuan nakal bercumbu mesra…
Sementara nelayan kecil bersiap menjala,
Pada malam dingin di belantara samudera,
Mendapat ikan untuk ditukar uang tak seberapa,
Demi terus melanjutkan hidupnya dan keluarga…
Senja bergulir berganti malam,
Kapal berlayar memecah kelam,
Beberapa orang pelabuhan jalani hidup yang hitam,
Banyak nelayan tetap menjalani hidup dalam lilitan hutang…
Senja pada suatu ketika,
Menjadi saksi fenomena hidup anak manusia,
Yang gamang melewati pergantian malam yang maya,
Pada hasil goresan pena dan ketikan huruf tak bermakna…
Salam PALM
Read More..
Kapal dan pelabuhan bersenggama,
Anak buah kapal dan kuli bercengkerama,
Penjahat dan perempuan nakal bercumbu mesra…
Sementara nelayan kecil bersiap menjala,
Pada malam dingin di belantara samudera,
Mendapat ikan untuk ditukar uang tak seberapa,
Demi terus melanjutkan hidupnya dan keluarga…
Senja bergulir berganti malam,
Kapal berlayar memecah kelam,
Beberapa orang pelabuhan jalani hidup yang hitam,
Banyak nelayan tetap menjalani hidup dalam lilitan hutang…
Senja pada suatu ketika,
Menjadi saksi fenomena hidup anak manusia,
Yang gamang melewati pergantian malam yang maya,
Pada hasil goresan pena dan ketikan huruf tak bermakna…
Salam PALM
Read More..
Selasa, 15 September 2009
SEBUAH EPISODE SEJARAH
Proklamasi,
Kami bangsa Indonesia menyatakan,
Dengan ini kemerdekaanya…
Proklamasi,
Kami pemuda Indonesia menyatakan,
Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa…
Proklamasi,
Kami rakyat Indonesia menyatakan,
Sampai detik ini kami belum merdeka juga…
Proklamasi,
Kami penulis Indonesia menyatakan,
Sejarah jangan hanya jadi tulisan emas di buku tua,
Indah namun lapuk, dan sebentar lagi akan musnah sia-sia…
Salam PALM
Read More..
Kami bangsa Indonesia menyatakan,
Dengan ini kemerdekaanya…
Proklamasi,
Kami pemuda Indonesia menyatakan,
Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa…
Proklamasi,
Kami rakyat Indonesia menyatakan,
Sampai detik ini kami belum merdeka juga…
Proklamasi,
Kami penulis Indonesia menyatakan,
Sejarah jangan hanya jadi tulisan emas di buku tua,
Indah namun lapuk, dan sebentar lagi akan musnah sia-sia…
Salam PALM
Read More..
Senin, 14 September 2009
SEBUAH EPISODE HEROIK
Akan kuayunkan senjata pusaka usang,
Untuk membela kaum yang lemah dan malang…
Akan ku bidikkan warisan senapan tua,
Ke dada musuh yang pongah dan jumawa…
Akan ku relakan jiwa dan raga,
Untuk perjuangan merebut segenap asa…
Namun takkan ku ikhlaskan hati nurani,
Hanya untuk mendapat gelar pahlawan sepi…
Merdeka atau mati,
Pilihan mudah namun tak pasti,
Sebab hidup tidak merdeka terasa pedih,
Sebab merdeka tapi mati juga akan merugi…
Salam PALM
Read More..
Untuk membela kaum yang lemah dan malang…
Akan ku bidikkan warisan senapan tua,
Ke dada musuh yang pongah dan jumawa…
Akan ku relakan jiwa dan raga,
Untuk perjuangan merebut segenap asa…
Namun takkan ku ikhlaskan hati nurani,
Hanya untuk mendapat gelar pahlawan sepi…
Merdeka atau mati,
Pilihan mudah namun tak pasti,
Sebab hidup tidak merdeka terasa pedih,
Sebab merdeka tapi mati juga akan merugi…
Salam PALM
Read More..
Minggu, 13 September 2009
SEBUAH EPISODE KERAGUAN
Aku ragu untuk memulai,
Sebab aku tidak berani mengakhiri…
Aku ragu untuk menjalani,
Sebab aku tak kuasa untuk berhenti…
Aku ragu untuk membuka diri,
Sebab selalu ketakutan akan melukai hati…
Aku ragu untuk mulai menjalani membuka diri,
Sebab semuanya pernah kualami dan akhirnya pedih…
Kembali aku ragu jika sebaliknya terjadi,
Sebab aku anti menutup diri meski selalu bersiap mati,
Sebab mati adalah titik nadir hidup dimana tiada keraguan lagi…
Salam PALM
Read More..
Sebab aku tidak berani mengakhiri…
Aku ragu untuk menjalani,
Sebab aku tak kuasa untuk berhenti…
Aku ragu untuk membuka diri,
Sebab selalu ketakutan akan melukai hati…
Aku ragu untuk mulai menjalani membuka diri,
Sebab semuanya pernah kualami dan akhirnya pedih…
Kembali aku ragu jika sebaliknya terjadi,
Sebab aku anti menutup diri meski selalu bersiap mati,
Sebab mati adalah titik nadir hidup dimana tiada keraguan lagi…
Salam PALM
Read More..
Sabtu, 12 September 2009
SEBUAH EPISODE PENANTIAN
Selalu kunanti saat itu datang,
Kau hadir dengan sejuta sayang,
Walau tak membawa seikat kembang…
Selalu kunanti masa itu tiba,
Kau datang dengan beribu rasa,
Walau tak memendam sedikit cinta…
Penantian ku belumlah usai,
Walau raga kita telah bercerai,
Ku nanti sebab tak sanggup memilih,
Antara harus mendahului atau menemui…
Naifnya aku,
Egoisnya aku,
Bodohnya aku,
Itu yang kau dan aku mau…
Salam PALM
Read More..
Kau hadir dengan sejuta sayang,
Walau tak membawa seikat kembang…
Selalu kunanti masa itu tiba,
Kau datang dengan beribu rasa,
Walau tak memendam sedikit cinta…
Penantian ku belumlah usai,
Walau raga kita telah bercerai,
Ku nanti sebab tak sanggup memilih,
Antara harus mendahului atau menemui…
Naifnya aku,
Egoisnya aku,
Bodohnya aku,
Itu yang kau dan aku mau…
Salam PALM
Read More..
Jumat, 11 September 2009
SEBUAH EPISODE KERINDUAN
Aku rindu hari kemarin,
Sebab aku tak dapat temui lagi,
Karena semuanya telah jadi kenangan sepi…
Aku rindu hari ini,
Sebab aku saja baru memulai,
Dan semuanya juga akan menjadi kenangan…
Aku rindu hari esok,
Sebab aku tidak tahu apa yang akan terjadi,
Karena kemarin dan hari ini hanyalah sisa masa esok,
Dari siklus hidup seorang makhluk bernama manusia…
Salam PALM
Read More..
Sebab aku tak dapat temui lagi,
Karena semuanya telah jadi kenangan sepi…
Aku rindu hari ini,
Sebab aku saja baru memulai,
Dan semuanya juga akan menjadi kenangan…
Aku rindu hari esok,
Sebab aku tidak tahu apa yang akan terjadi,
Karena kemarin dan hari ini hanyalah sisa masa esok,
Dari siklus hidup seorang makhluk bernama manusia…
Salam PALM
Read More..
Kamis, 10 September 2009
SEBUAH EPISODE KEBENCIAN
Aku benci hidup,
Sebab hidup membuat jiwaku redup…
Aku benci mati,
Sebab mati membuatku lemah hati…
Tapi aku lebih benci antara hidup dan mati,
Sebab saat itu jiwa dan hatiku berkelahi dengan nurani…
Aku benci kamu,
Yang telah salah menilai aku,
Ini hanyalah sebuah episode kebencianku,
Yang telah keliru menilai bentuk kecintaanmu…
Salam PALM
Read More..
Sebab hidup membuat jiwaku redup…
Aku benci mati,
Sebab mati membuatku lemah hati…
Tapi aku lebih benci antara hidup dan mati,
Sebab saat itu jiwa dan hatiku berkelahi dengan nurani…
Aku benci kamu,
Yang telah salah menilai aku,
Ini hanyalah sebuah episode kebencianku,
Yang telah keliru menilai bentuk kecintaanmu…
Salam PALM
Read More..
Rabu, 09 September 2009
MITOS SEMBILAN
MITOS atau kepercayaan manusia terhadap fenomena alam seringkali dihubung-hubungkan dengan simbol angka, seperti angka SEMBILAN. Angka sembilan dipercaya adalah angka tertinggi dari asal bilangan, dari nol sampai sembilan, bukan sepuluh. Karena sepuluh terdiri atas angka satu dan nol. Sembilan karena merupakan angka tertinggi, dipercaya sebagai simbol kesempurnaan dari puncak keberhasilan tertinggi, atau dianggap angka pembawa hoki...
Saking percayanya manusia terhadap suatu mitos, misalnya simbol angka sembilan, beberapa dari mereka sengaja mencari apa saja yang melekat di dirinya berasal atau memiliki inisial "sembilan". Misalnya, dari mulai nomor handphone, nomor polisi (plat) kendaraan, sampai peristiwa yang dirancang terjadi pada tanggal sembilan bulan sembilan tahun dua ribu sembilan, seperti hari ini...
Beberapa orang mencoba peruntungan (hoki) di bilangan sembilan, namun banyak juga hasilnya tidaklah terlalu "signifikan". Bahkan cenderung sebuah "nihilisme" atau kesia-siaan. Keniscayaan yang sebenarnya adalah bahwa semua yang telah dan akan terjadi merupakan "takdir" yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.
Kita, manusia tinggal menjalankan apa yang sudah semestinya menjadi "rencana besar" dari Tuhan Yang Maha Akbar. Mitos sembilan merupakan sensasi perasaan manusia saja akan rencana hidup yang lebih baik. Padahal, tidak ada upaya yang dapat mengangkat harkat, martabat dan merubah hidup manusia, selain Allah dan manusia itu sendiri.
Memang, hari ini dipenuhi dengan angka sembilan. Untuk kalender Masehi, hari ini tertanggal sembilan, bulan sembilan (september), tahun dua ribu sembilan. Sedangkan untuk kalender Hijriah, hari ini merupakan tanggal sembilan belas, bulan Ramadhan atau bulan sembilan.
Semua memaknai hari ini sebagai hari "bertuah" atau hari pembawa keberuntungan (hoki). Dalam kepercayaan Tionghoa, angka sembilan merupakan simbol aura positif, kebaikan dan peruntungan. Padahal apalah arti angka-angka, karena merupakan buatan manusia semata.
Sementara yang menciptakan manusia yang berfikir tentang angka, tetap kembali kepada zat pembuat hidup, Tuhan Yang Maha Esa. Dia yang tidak berbilang, dia tunggal, esa dan tiada sekutu (jamak). Intinya, simbol sembilan memang hanya sekedar mitos, "Mitos Sembilan".
Salam PALM
Read More..
Saking percayanya manusia terhadap suatu mitos, misalnya simbol angka sembilan, beberapa dari mereka sengaja mencari apa saja yang melekat di dirinya berasal atau memiliki inisial "sembilan". Misalnya, dari mulai nomor handphone, nomor polisi (plat) kendaraan, sampai peristiwa yang dirancang terjadi pada tanggal sembilan bulan sembilan tahun dua ribu sembilan, seperti hari ini...
Beberapa orang mencoba peruntungan (hoki) di bilangan sembilan, namun banyak juga hasilnya tidaklah terlalu "signifikan". Bahkan cenderung sebuah "nihilisme" atau kesia-siaan. Keniscayaan yang sebenarnya adalah bahwa semua yang telah dan akan terjadi merupakan "takdir" yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.
Kita, manusia tinggal menjalankan apa yang sudah semestinya menjadi "rencana besar" dari Tuhan Yang Maha Akbar. Mitos sembilan merupakan sensasi perasaan manusia saja akan rencana hidup yang lebih baik. Padahal, tidak ada upaya yang dapat mengangkat harkat, martabat dan merubah hidup manusia, selain Allah dan manusia itu sendiri.
Memang, hari ini dipenuhi dengan angka sembilan. Untuk kalender Masehi, hari ini tertanggal sembilan, bulan sembilan (september), tahun dua ribu sembilan. Sedangkan untuk kalender Hijriah, hari ini merupakan tanggal sembilan belas, bulan Ramadhan atau bulan sembilan.
Semua memaknai hari ini sebagai hari "bertuah" atau hari pembawa keberuntungan (hoki). Dalam kepercayaan Tionghoa, angka sembilan merupakan simbol aura positif, kebaikan dan peruntungan. Padahal apalah arti angka-angka, karena merupakan buatan manusia semata.
Sementara yang menciptakan manusia yang berfikir tentang angka, tetap kembali kepada zat pembuat hidup, Tuhan Yang Maha Esa. Dia yang tidak berbilang, dia tunggal, esa dan tiada sekutu (jamak). Intinya, simbol sembilan memang hanya sekedar mitos, "Mitos Sembilan".
Salam PALM
Read More..
Selasa, 08 September 2009
KERBAU PETANI
KERBAU sebagai salah satu hewan ternak yang multimanfaat, terutama bagi dunia pertanian, khususya petani di Indonesia. Pemanfaatan hewan kerbau, selain daging dan susunya, di banyak desa pertanian yang memiliki hamparan sawah, kerbau menjadi teman setia petani dalam mengolah lahan. Kemampuan kerbau dalam menarik bajak sawah, tidak diragukan lagi. Jika mengandalkan tenaga manusia, seharinya petani hanya mampu mengerjakan satu atau dua petak, sekitar seperempat hektar. Sementara jika dibantu oleh kerbau, dapat dibajak satu sampai dua hektar persegi sawah..
Kerbau telah menjadi sahabat petani, dan petani telah memposisikan kerbau sebagai hewan peliharaan bernilai lebih dari ternak. Lihat saja di sungai atau rawa pada sore hari di pedesaan, petani dan anak tani sibuk memandikan kerbau mereka setelah seharian membantu bekerja di sawah.
Simbiose antara petani dan kerbau, tidak lagi menjadi konotasi satire, bahwa kerbau adalah budak petani. Lihat saja di kandang-kandang kerbau, di bawah rumah panggung atau di samping halaman rumah petani.
Kerbau petani dapat beristirahat nyaman di kandang yang sudah tersedia pakan rumput segar. Kemudian pada malam harinya dihidupkan api unggun di dekat kandang, untuk menghangatkan dan mengusir nyamuk.
Pemanfaatan tenaga kerbau sebagai penarik bajak, menjadi simbol kerja keras tanpa pamrih, yang terkadang terpelesetkan menjadi "perbudakan". Padahal, penerapan cara budidaya pertanian, seperti pada pengolahan tanah, yang memakai tenaga ternak dan manusia, menjadi lebih ramah lingkungan daripada memakai mesin dan bahan kimia.
Pada saat membajak, tak jarang kerbau membuang kotorannya di sawah yang sedang diolah, dan tentu saja kotoran kerbau dapat menjadi sumber bahan organik penyubur tanah. Memang jumlahnya tidak "signifikan" jika acuannya pemupukan sesuai anjuran. Namun setidaknya, ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dapat terus dikurangi, bahkan tidak sama sekali...
Penggunaan bahan kimia, pastilah akan menimbulkan dampak bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Apalagi jika penerapannya di lahan usahatani secara membabi-buta, lantaran promosi berlebih dari para "formulator" karena "terpaksa" mengejar target pabrik dan penjualan produk.
Bahan kimia yang digunakan dalam berusahatani, setiap aplikasinya akan meninggalkan sisa atau "residu" di lahan, tanaman dan makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Residu bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida, semakin lama setiap harinya akan ter"akumulasi" menjadi senyawa beracun yang berbahaya.
Itulah di zaman sekarang, lebih banyak timbul penyakit yang menghinggapi manusia, baik jumlah maupun macam penyakitnya. Bisa jadi, dan sebagian memang karena efek bahan kimia yang beracun, yang tertinggal di balik lahan pertanian, diserap oleh akar tanaman. Atau langsung "kontak" dengan tanaman dan manusia melalui pernafasan (udara), minuman (air tercemar) dan makanan (tanaman tercemar).
Sehingga, pada masa terakhir ini, muncul keinginan untuk perubahan pola hidup, misalnya dengan pola makan manusia yang mengkonsumsi makanan dari bahan baku makanan organik, bebas bahan kimia. Lucunya, manusia "modern" lebih suka makanan (sayur dan buah) yang segar, utuh tanpa cacat, daripada yang terlihat agak rusak. Lebih lucu lagi, manusia sekarang "jijik" mengkonsumsi makanan yang terlihat agak rusak karena dimakan serangga.
Bahkan ketika mereka membayangkan bahwa sayur dan buah yang akan dikonsumsi, dipupuk dengan "kotoran ternak". Padahal, pupuk kimia pasti ada efek residu beracun, dan sementara pupuk non kimia, seperti kotoran kerbau, tidak ada efek beracun karena telah melalui proses "penguraian" di alat pencernaan ternak.
Cerita kerbau petani yang membuang kotoran di sawah yang sedang diolah, tentu menjadi salah satu contoh "simbolik" betapa kearifan lokal telah memberikan banyak pelajaran berharga tentang hidup. Bahwa alam memiliki filosofi sendiri, tentang daur kehidupan alami, tanpa rekayasa dan tidak ada efek residu berbahaya...
Salam PALM
Read More..
Kerbau telah menjadi sahabat petani, dan petani telah memposisikan kerbau sebagai hewan peliharaan bernilai lebih dari ternak. Lihat saja di sungai atau rawa pada sore hari di pedesaan, petani dan anak tani sibuk memandikan kerbau mereka setelah seharian membantu bekerja di sawah.
Simbiose antara petani dan kerbau, tidak lagi menjadi konotasi satire, bahwa kerbau adalah budak petani. Lihat saja di kandang-kandang kerbau, di bawah rumah panggung atau di samping halaman rumah petani.
Kerbau petani dapat beristirahat nyaman di kandang yang sudah tersedia pakan rumput segar. Kemudian pada malam harinya dihidupkan api unggun di dekat kandang, untuk menghangatkan dan mengusir nyamuk.
Pemanfaatan tenaga kerbau sebagai penarik bajak, menjadi simbol kerja keras tanpa pamrih, yang terkadang terpelesetkan menjadi "perbudakan". Padahal, penerapan cara budidaya pertanian, seperti pada pengolahan tanah, yang memakai tenaga ternak dan manusia, menjadi lebih ramah lingkungan daripada memakai mesin dan bahan kimia.
Pada saat membajak, tak jarang kerbau membuang kotorannya di sawah yang sedang diolah, dan tentu saja kotoran kerbau dapat menjadi sumber bahan organik penyubur tanah. Memang jumlahnya tidak "signifikan" jika acuannya pemupukan sesuai anjuran. Namun setidaknya, ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dapat terus dikurangi, bahkan tidak sama sekali...
Penggunaan bahan kimia, pastilah akan menimbulkan dampak bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Apalagi jika penerapannya di lahan usahatani secara membabi-buta, lantaran promosi berlebih dari para "formulator" karena "terpaksa" mengejar target pabrik dan penjualan produk.
Bahan kimia yang digunakan dalam berusahatani, setiap aplikasinya akan meninggalkan sisa atau "residu" di lahan, tanaman dan makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Residu bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida, semakin lama setiap harinya akan ter"akumulasi" menjadi senyawa beracun yang berbahaya.
Itulah di zaman sekarang, lebih banyak timbul penyakit yang menghinggapi manusia, baik jumlah maupun macam penyakitnya. Bisa jadi, dan sebagian memang karena efek bahan kimia yang beracun, yang tertinggal di balik lahan pertanian, diserap oleh akar tanaman. Atau langsung "kontak" dengan tanaman dan manusia melalui pernafasan (udara), minuman (air tercemar) dan makanan (tanaman tercemar).
Sehingga, pada masa terakhir ini, muncul keinginan untuk perubahan pola hidup, misalnya dengan pola makan manusia yang mengkonsumsi makanan dari bahan baku makanan organik, bebas bahan kimia. Lucunya, manusia "modern" lebih suka makanan (sayur dan buah) yang segar, utuh tanpa cacat, daripada yang terlihat agak rusak. Lebih lucu lagi, manusia sekarang "jijik" mengkonsumsi makanan yang terlihat agak rusak karena dimakan serangga.
Bahkan ketika mereka membayangkan bahwa sayur dan buah yang akan dikonsumsi, dipupuk dengan "kotoran ternak". Padahal, pupuk kimia pasti ada efek residu beracun, dan sementara pupuk non kimia, seperti kotoran kerbau, tidak ada efek beracun karena telah melalui proses "penguraian" di alat pencernaan ternak.
Cerita kerbau petani yang membuang kotoran di sawah yang sedang diolah, tentu menjadi salah satu contoh "simbolik" betapa kearifan lokal telah memberikan banyak pelajaran berharga tentang hidup. Bahwa alam memiliki filosofi sendiri, tentang daur kehidupan alami, tanpa rekayasa dan tidak ada efek residu berbahaya...
Salam PALM
Read More..
Senin, 07 September 2009
ORGANIK vs ANORGANIK
Trend pertanian negara agraris dewasa kini, seperti Indonesia, seiring target yang dikampanyekan instansi terkait, adalah "Pertanian Organik Indonesia 2010". Tentu saja, kendala terbesar dan terberat adalah merubah sikap petani untuk beralih dari ketergantungan terhadap saprodi "Anorganik" menjadi lebih berdaya dengan sistem budidaya pertanian "Organik". Sehingga, semangat produksi pertanian menjadi lebih ramah lingkungan, sama saja dengan membenturkan antara "Organik versus Anorganik".
Penggunaan bahan-bahan kimiawi pabrikan (anorganik), seperti pupuk dan pestisida dalam usaha budidaya pertanian, disadari kini akan berdampak terhadap efek residu (sisa) senyawa berbahaya yang tertinggal di tanah, bahkan di produksi tanaman. Sementara, manusia semakin menyadari bahwa, kesehatan tubuhnya sangat dipengaruhi oleh salah satunya pola makan.
Pola makan di zaman modern sekarang ini, masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi makanan siap saji (fastfood), atau makanan berbahan baku dari produk awetan. Produk awetan dari komoditi pertanian, dapat terlihat dari penampilan fisik yang super unggul tanpa cacat.
Padahal, justru komoditi pertanian yang terlihat cacat, menandakan bahwa produk pertanian tersebut dimakan juga oleh makhluk hidup lain, yang artinya aman juga dikonsumsi manusia. Tinggal lagi, produk pertanian bebas bahan kimia tersebut disortir dan di"grading" sebelum masuk ke pasar atau supermarket.
Namun disadari betul bahwa, untuk level petani yang masih tradisional dan berskala usaha kecil (usahatani), penggunaan pola pertanian organik di satu sisi belum akrab dan "tidak lazim" seperti yang sudah mereka kerjakan turun-temurun. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida sudah "merakyat".
Padahal, jika petani mau beralih ke pola pertanian organik, justru akan lebih dapat diefisienkan biaya dari pembelian saprodi anorganik, meskipun dibutuhkan tenaga dan perhatian ekstra. Tenaga dan perhatian dimaksud adalah dari sisi pemeliharaan tanaman yang lebih cenderung manual dan berbasis limbah daur ulang bahan organik ramah lingkungan.
Di sisi yang lain, perusahaan pupuk dan pestisida yang sudah besar dan mendapatkan keuntungan berlipat dari produksi mereka, tentu tidak akan tinggal diam. Akan banyak upaya yang dilakukan untuk meng"counter" kampanye "pertanian organik".
Petani akan jadi penonton saja, melihat pertarungan besar antara "negara" melawan "swasta", atau "peneliti" berhadapan dengan "pengusaha", diantara pilhan "organik" versus "anorganik". Pemenangnya akan meraih simpati rakyat, walaupun belum tentu juga dapat merubah pola usahatani.
Jawaban akhir sebenarnya ada pada kebanyakan kita, para konsumen yang sebagian besar (bahkan utama) konsumsi kita dari bahan baku komoditi pertanian. Pilihan pola makan sehat berimbas terhadap hidup sehat, tentu akan lebih "menjanjikan" daripada pola makan salah kaprah yang beresiko tidak sehat.
Bukankah kesehatan lebih mahal, daripada sedikit tambahan uang yang dikeluarkan untuk membeli atau menikmati sajian organik..? Dan akan lebih mahal lagi jika pola makan organik berdampak positif dengan pola hidup sehat, terbebas dari efek kimiawi bahan anorganik yang terbukti meracuni tubuh.
Jadi, pilih "Organik" atau "Anorganik"...? Pilihannya hanya ada pada kita konsumen, bukan petani atau pengusaha sebagai produsen, bukan juga pemerintah sebagai pembuat program kebijakan pertanian organik 2010...
Salam PALM
Read More..
Penggunaan bahan-bahan kimiawi pabrikan (anorganik), seperti pupuk dan pestisida dalam usaha budidaya pertanian, disadari kini akan berdampak terhadap efek residu (sisa) senyawa berbahaya yang tertinggal di tanah, bahkan di produksi tanaman. Sementara, manusia semakin menyadari bahwa, kesehatan tubuhnya sangat dipengaruhi oleh salah satunya pola makan.
Pola makan di zaman modern sekarang ini, masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi makanan siap saji (fastfood), atau makanan berbahan baku dari produk awetan. Produk awetan dari komoditi pertanian, dapat terlihat dari penampilan fisik yang super unggul tanpa cacat.
Padahal, justru komoditi pertanian yang terlihat cacat, menandakan bahwa produk pertanian tersebut dimakan juga oleh makhluk hidup lain, yang artinya aman juga dikonsumsi manusia. Tinggal lagi, produk pertanian bebas bahan kimia tersebut disortir dan di"grading" sebelum masuk ke pasar atau supermarket.
Namun disadari betul bahwa, untuk level petani yang masih tradisional dan berskala usaha kecil (usahatani), penggunaan pola pertanian organik di satu sisi belum akrab dan "tidak lazim" seperti yang sudah mereka kerjakan turun-temurun. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida sudah "merakyat".
Padahal, jika petani mau beralih ke pola pertanian organik, justru akan lebih dapat diefisienkan biaya dari pembelian saprodi anorganik, meskipun dibutuhkan tenaga dan perhatian ekstra. Tenaga dan perhatian dimaksud adalah dari sisi pemeliharaan tanaman yang lebih cenderung manual dan berbasis limbah daur ulang bahan organik ramah lingkungan.
Di sisi yang lain, perusahaan pupuk dan pestisida yang sudah besar dan mendapatkan keuntungan berlipat dari produksi mereka, tentu tidak akan tinggal diam. Akan banyak upaya yang dilakukan untuk meng"counter" kampanye "pertanian organik".
Petani akan jadi penonton saja, melihat pertarungan besar antara "negara" melawan "swasta", atau "peneliti" berhadapan dengan "pengusaha", diantara pilhan "organik" versus "anorganik". Pemenangnya akan meraih simpati rakyat, walaupun belum tentu juga dapat merubah pola usahatani.
Jawaban akhir sebenarnya ada pada kebanyakan kita, para konsumen yang sebagian besar (bahkan utama) konsumsi kita dari bahan baku komoditi pertanian. Pilihan pola makan sehat berimbas terhadap hidup sehat, tentu akan lebih "menjanjikan" daripada pola makan salah kaprah yang beresiko tidak sehat.
Bukankah kesehatan lebih mahal, daripada sedikit tambahan uang yang dikeluarkan untuk membeli atau menikmati sajian organik..? Dan akan lebih mahal lagi jika pola makan organik berdampak positif dengan pola hidup sehat, terbebas dari efek kimiawi bahan anorganik yang terbukti meracuni tubuh.
Jadi, pilih "Organik" atau "Anorganik"...? Pilihannya hanya ada pada kita konsumen, bukan petani atau pengusaha sebagai produsen, bukan juga pemerintah sebagai pembuat program kebijakan pertanian organik 2010...
Salam PALM
Read More..
Minggu, 06 September 2009
BUBAR (BUKA BARENG)
BUBAR atau buka bareng, ini adalah istilah "gaul" anak zaman sekarang untuk menyebutkan suatu kegiatan buka puasa bersama atau juga disingkat "buber". Buka bareng atau berbuka puasa bersama, biasanya dilakukan oleh suatu komunitas yang terbentuk karena ikatan darah, kekeluargaan, adat, pendidikan, profesi atau rekan sejawat, atau "just friends"...
Yang penting, dimana ada "bubar", pasti disitu dijumpai banyak kesamaan dari keberagaman karakter "member" yang hadir. Terlihat dari tingkah, gaya dan bahan omongan yang senada. Intinya memang "bubar" dimaksudkan untuk mempererat silaturrahmi di bulan suci Ramadhan.
Namun diantara hal positif dari kegiatan buka bersama, menyimpan fenomena ironis pada sisi lain. Sementara menjelang maghrib beberapa komunitas sudah mendatangi tempat berbuka, entah rumah salah satu anggota, atau restoran, atau cafe... Sementara itu masih banyak gelandangan, pengemis, fakir, miskin dan anak jalanan yang masih berada di jalan, mengais rezeki untuk makan...
Mengapa kegiatan "bubar" masih banyak yang belum menyentuh, merangkul, bahkan mengajak kaum dhuafa untuk turut bersama berbuka puasa. Mereka yang tidak hanya di bulan puasa saja berpuasa, tapi sepanjang tahunnya mereka telah terbiasa berpuasa, alias tidak makan seharian karena tidak mendapatkan rezeki sedikitpun.
Persis di seberang kantorku, ada cafe yang tiap harinya, menjelang maghrib selama bulan suci Ramadhan selalu ramai, penuh sesak oleh pengunjung yang akan berbuka puasa. Banyak mobil berderet parkir di depan cafe muslim tersebut. Sementara itu, pemandangan terbalik terlihat di persis di depan kantorku.
Tukang parkir, pedagang asongan dan anak jalanan melihat iri ke arah cafe yang ramai, oleh orang-orang berduit, oleh irama musik country... Sesaat mereka terlihat berbuka puasa dengan air putih dan gorengan murah meriah dari gerobak kaki lima yang "ngetem" sesaat, sebelum diusir aparat...
Sering juga, kami berbuka puasa bersama staf kantor yang masih "standby", dengan menu gorengan dan es teh manis. Sekedar membasahi kerongkongan yang kering dan menganjal perut setelah seharian berpuasa. Sesekali, kami bagi menu sederhana buka puasa kami dengan anak jalanan dan tukang parkir...
Aaahh... Ternyata "bubar" tidak hanya milik orang berduit, kamipun dapat juga melakukannya, meskipun tidak "semewah" dan "seheboh" mereka di cafe seberang kantor. Ternyata kebersamaan itu indah, jika kita bersama mereka yang benar-benar berpuasa karena iman dan takwa, bukan karena "tidak enak" dengan kolega...
Sejurus kemudian, pedagang gerobak gorengan, asongan dan anak jalanan melenggang ke dunia mereka kembali. Bekerja mengais rezeki, bukan untuk sahur atau berbuka puasa besok. Tapi memang untuk menganjal perut, untuk tetap bertahap hidup di dunia yang keras dan penuh "orang munafik"...
Selamat berjuang sahabat, semoga dapat terus bertahan hidup, meskipun harus berpuasa sepanjang tahun...
Salam PALM
Read More..
Yang penting, dimana ada "bubar", pasti disitu dijumpai banyak kesamaan dari keberagaman karakter "member" yang hadir. Terlihat dari tingkah, gaya dan bahan omongan yang senada. Intinya memang "bubar" dimaksudkan untuk mempererat silaturrahmi di bulan suci Ramadhan.
Namun diantara hal positif dari kegiatan buka bersama, menyimpan fenomena ironis pada sisi lain. Sementara menjelang maghrib beberapa komunitas sudah mendatangi tempat berbuka, entah rumah salah satu anggota, atau restoran, atau cafe... Sementara itu masih banyak gelandangan, pengemis, fakir, miskin dan anak jalanan yang masih berada di jalan, mengais rezeki untuk makan...
Mengapa kegiatan "bubar" masih banyak yang belum menyentuh, merangkul, bahkan mengajak kaum dhuafa untuk turut bersama berbuka puasa. Mereka yang tidak hanya di bulan puasa saja berpuasa, tapi sepanjang tahunnya mereka telah terbiasa berpuasa, alias tidak makan seharian karena tidak mendapatkan rezeki sedikitpun.
Persis di seberang kantorku, ada cafe yang tiap harinya, menjelang maghrib selama bulan suci Ramadhan selalu ramai, penuh sesak oleh pengunjung yang akan berbuka puasa. Banyak mobil berderet parkir di depan cafe muslim tersebut. Sementara itu, pemandangan terbalik terlihat di persis di depan kantorku.
Tukang parkir, pedagang asongan dan anak jalanan melihat iri ke arah cafe yang ramai, oleh orang-orang berduit, oleh irama musik country... Sesaat mereka terlihat berbuka puasa dengan air putih dan gorengan murah meriah dari gerobak kaki lima yang "ngetem" sesaat, sebelum diusir aparat...
Sering juga, kami berbuka puasa bersama staf kantor yang masih "standby", dengan menu gorengan dan es teh manis. Sekedar membasahi kerongkongan yang kering dan menganjal perut setelah seharian berpuasa. Sesekali, kami bagi menu sederhana buka puasa kami dengan anak jalanan dan tukang parkir...
Aaahh... Ternyata "bubar" tidak hanya milik orang berduit, kamipun dapat juga melakukannya, meskipun tidak "semewah" dan "seheboh" mereka di cafe seberang kantor. Ternyata kebersamaan itu indah, jika kita bersama mereka yang benar-benar berpuasa karena iman dan takwa, bukan karena "tidak enak" dengan kolega...
Sejurus kemudian, pedagang gerobak gorengan, asongan dan anak jalanan melenggang ke dunia mereka kembali. Bekerja mengais rezeki, bukan untuk sahur atau berbuka puasa besok. Tapi memang untuk menganjal perut, untuk tetap bertahap hidup di dunia yang keras dan penuh "orang munafik"...
Selamat berjuang sahabat, semoga dapat terus bertahan hidup, meskipun harus berpuasa sepanjang tahun...
Salam PALM
Read More..
Sabtu, 05 September 2009
MY WIFE
MY WIFE is Vera Yulita. Banyak kesamaan diantara kami, yang membuat kami berjodoh, selain juga ada juga berapa perbedaan. Kami berdua sama-sama anak kedua. Basic pendidikan kamipun sama, Sarjana Pertanian. Beda usia kami tertaut hanya setahun lima bulan, makanya kesetaraan usia membuat kami mudah saling memahami. Isteriku yang dulunya adik teman sekolahku, tinggi badanya melebihiku, konon kata orang tua membawa rezeki bagi keluarga. Isteriku anak perempuan satu-satunya di keluarganya, namun jauh dari sifat manja...
Kami dikarunia dua orang anak yang lucu dan pintar. Alfi anak laki-laki pertama kami, dan adiknya perempuan bernama Alya. Kedua anak kami lahir pada masa, tempat dan kerjaku yang berbeda.
Alfi lahir di masa awal pernikahan kami di klinik bersalin Dwi Sari Lubuklinggau. Masa itu perekonomian kami masih sulit, karena aku masih bekerja sebagai Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta kecil, dan tentu saja gajinya tidak seberapa.
Alya lahir di masa perekonomian keluarga kecil kami sudah mulai membaik, dia lahir di klinik Permata Bunda Lubuklinggau. Masa itu aku bekerja di banyak profesi, selain Dosen, juga kontraktor dan baru diterima sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Lubuklinggau.
Kedua anak kami adalah permata hati, buah cinta kasih kami. Keduanya kami sayangi, tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Dan kedua anak kami besar dalam asuhan kasih sayang kami, ayah bundanya serta perhatian kakek neneknya.
Isteriku sosok seorang wanita yang tegar, kuat dan penuh perhatian dengan keluarga. Terkadang cerewet dan judes, namun tidak melunturkan sosok keibuannya yang luar biasa. Suka dan duka telah kami jalani bersama, dan isteriku selalu setia mendorong semangatku dan mendampingi setiap penyelesaian masalahku.
Aku sayang dan cinta isteri serta anak-anakku, bahkan lebih. Do'a dan harapan mereka membuat aku tak lelah mencari nafkah, dan tak letih bekerja walaupun dimana ada rezeki. Yang penting halal dan diridhoi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Tulisan ini kudedikasikan untuk isteriku, yang setia dan perhatian, terhadap aku dan anak-anakku. Tak dapat kubayangkan jika bukan Vera Yulita yang menjadi isteriku, dengan segala dinamika kerjaku yang fulltime dan berpindah-pindah, tempat maupun profesi, dia selalu sabar dan tabah.
Terima kasih bunda, terima kasih isteriku. Kekuatan do'a dan perhatianmu adalah kekuatan hati dan semangat kerjaku, suamimu. Vera Yulita memang benar-benar isteri sejati, because she is my wife...
Salam PALM
Read More..
Kami dikarunia dua orang anak yang lucu dan pintar. Alfi anak laki-laki pertama kami, dan adiknya perempuan bernama Alya. Kedua anak kami lahir pada masa, tempat dan kerjaku yang berbeda.
Alfi lahir di masa awal pernikahan kami di klinik bersalin Dwi Sari Lubuklinggau. Masa itu perekonomian kami masih sulit, karena aku masih bekerja sebagai Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta kecil, dan tentu saja gajinya tidak seberapa.
Alya lahir di masa perekonomian keluarga kecil kami sudah mulai membaik, dia lahir di klinik Permata Bunda Lubuklinggau. Masa itu aku bekerja di banyak profesi, selain Dosen, juga kontraktor dan baru diterima sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Lubuklinggau.
Kedua anak kami adalah permata hati, buah cinta kasih kami. Keduanya kami sayangi, tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Dan kedua anak kami besar dalam asuhan kasih sayang kami, ayah bundanya serta perhatian kakek neneknya.
Isteriku sosok seorang wanita yang tegar, kuat dan penuh perhatian dengan keluarga. Terkadang cerewet dan judes, namun tidak melunturkan sosok keibuannya yang luar biasa. Suka dan duka telah kami jalani bersama, dan isteriku selalu setia mendorong semangatku dan mendampingi setiap penyelesaian masalahku.
Aku sayang dan cinta isteri serta anak-anakku, bahkan lebih. Do'a dan harapan mereka membuat aku tak lelah mencari nafkah, dan tak letih bekerja walaupun dimana ada rezeki. Yang penting halal dan diridhoi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Tulisan ini kudedikasikan untuk isteriku, yang setia dan perhatian, terhadap aku dan anak-anakku. Tak dapat kubayangkan jika bukan Vera Yulita yang menjadi isteriku, dengan segala dinamika kerjaku yang fulltime dan berpindah-pindah, tempat maupun profesi, dia selalu sabar dan tabah.
Terima kasih bunda, terima kasih isteriku. Kekuatan do'a dan perhatianmu adalah kekuatan hati dan semangat kerjaku, suamimu. Vera Yulita memang benar-benar isteri sejati, because she is my wife...
Salam PALM
Read More..
Jumat, 04 September 2009
MY LITTLE ANGEL
ALYA AISYAH MAHARANI is my little angel. Tanggal 4 September, hari ini tepat berusia 3 tahun 3 bulan, karena Alya lahir tanggal 4 Juni 2006. Tanggal dimana saat kuterima gaji pertama sebagai pengganti antar waktu komisioner KPU Kota Lubuklinggau. Bidadari kecilku lahir normal di klinik Permata Bunda. Lengkap sudah kebahagiaan keluarga kecilku, karena anak pertamaku laki-laki, Alfi Aushaf Fernanda, dan pelengkapnya adalah adik perempuannya, Alya.
Sebagai perempuan kecil, Alya sangat manja dan kenes. Apalagi dari sebelah keluarga bundanya, isteriku, Alya satu-satunya (sekarang) cucu perempuan. Sementara dari sebelah keluargaku, Alya merupakan cucu kedua perempuan, setelah anak perempuan dari kakak kandungku yang tua.
Memang, dua keluarga ini "irit perempuan". Bunda Alya saja, satu-satunya anak perempuan dari tiga bersaudara. Sepupunya kebanyakan laki-laki, sepupu Alya juga banyak laki-laki. Jadilah Alya gadis kecil yang tomboy, ikut prilaku abangnya Alfi dan kakak-kakak sepupunya.
Lucunya, prilaku tomboy Alya, adalah gambaran masa kecil bundanya, Vera Yulita. Seperti kata orang tua, air hujan tidak akan jatuh jauh dari cucurannya. Alya memang tomboy, tapi manja.
Namun dibalik sifat manjanya, ternyata Alyaku cukup "girly". Terlihat ketika habis mandi, Alya minta didandani oleh bundanya agar terlihat selalu cantik. Sampai-sampai lipstik bundanya diminta untuk dipakai juga oleh Alya.
Ketika ada tetamu, Alya terlihat membantu bundanya menyiapkan air dan pengganan untuk tamu. Hal ini sering membuat tamu-tamuku senyum melihat tingkah Alya, apalagi jika tamuku tidak punya anak perempuan, sehingga bertambah ingin mereka dapat anak perempuan.
Alya juga sangat perhatian dengan aku, bundanya dan abangnya. Setiap ada kesempatan pasti kami berdua ngobrol, baik langsung atau lewat telepon, layaknya Alya sudah besar saja. Misalnya celotehnya di telepon yang selalu bikin gregetan, "ayah dimana, lagi apa, sama siapa...?" Persis dialog dalam tayangan sebuah iklan tivi.
Jika bunda atau abangnya sakit, Alya pasti sangat perhatian. Sambil memegang kening atau tangan bunda atau abangnya, Alya bertanya, "sakit ya, itulah jangan nakal, diam ya, jangan nangis..."
Mmh... Alya memang bidadari kecilku. Celotehnya, senyumnya, tingkah-polahnya, bikin aku selalu rindu bersama-sama dengannya, juga Alfi abangnya dan bundanya, isteriku tercinta. Termasuk ketika Alya menangis, tertawa, ngambek, marah... tetap bidadari ini lucu dan kenes.
Dewasa nanti, ayah dan bunda mau, Alya tetap jadi bidadari keluarga kecil kita. Yang menjaga ayah dan bunda yang nanti renta, serta yang mengingatkan abang Alfi jika jalannya salah. Because Alya is my little angel...
Salam PALM
Read More..
Sebagai perempuan kecil, Alya sangat manja dan kenes. Apalagi dari sebelah keluarga bundanya, isteriku, Alya satu-satunya (sekarang) cucu perempuan. Sementara dari sebelah keluargaku, Alya merupakan cucu kedua perempuan, setelah anak perempuan dari kakak kandungku yang tua.
Memang, dua keluarga ini "irit perempuan". Bunda Alya saja, satu-satunya anak perempuan dari tiga bersaudara. Sepupunya kebanyakan laki-laki, sepupu Alya juga banyak laki-laki. Jadilah Alya gadis kecil yang tomboy, ikut prilaku abangnya Alfi dan kakak-kakak sepupunya.
Lucunya, prilaku tomboy Alya, adalah gambaran masa kecil bundanya, Vera Yulita. Seperti kata orang tua, air hujan tidak akan jatuh jauh dari cucurannya. Alya memang tomboy, tapi manja.
Namun dibalik sifat manjanya, ternyata Alyaku cukup "girly". Terlihat ketika habis mandi, Alya minta didandani oleh bundanya agar terlihat selalu cantik. Sampai-sampai lipstik bundanya diminta untuk dipakai juga oleh Alya.
Ketika ada tetamu, Alya terlihat membantu bundanya menyiapkan air dan pengganan untuk tamu. Hal ini sering membuat tamu-tamuku senyum melihat tingkah Alya, apalagi jika tamuku tidak punya anak perempuan, sehingga bertambah ingin mereka dapat anak perempuan.
Alya juga sangat perhatian dengan aku, bundanya dan abangnya. Setiap ada kesempatan pasti kami berdua ngobrol, baik langsung atau lewat telepon, layaknya Alya sudah besar saja. Misalnya celotehnya di telepon yang selalu bikin gregetan, "ayah dimana, lagi apa, sama siapa...?" Persis dialog dalam tayangan sebuah iklan tivi.
Jika bunda atau abangnya sakit, Alya pasti sangat perhatian. Sambil memegang kening atau tangan bunda atau abangnya, Alya bertanya, "sakit ya, itulah jangan nakal, diam ya, jangan nangis..."
Mmh... Alya memang bidadari kecilku. Celotehnya, senyumnya, tingkah-polahnya, bikin aku selalu rindu bersama-sama dengannya, juga Alfi abangnya dan bundanya, isteriku tercinta. Termasuk ketika Alya menangis, tertawa, ngambek, marah... tetap bidadari ini lucu dan kenes.
Dewasa nanti, ayah dan bunda mau, Alya tetap jadi bidadari keluarga kecil kita. Yang menjaga ayah dan bunda yang nanti renta, serta yang mengingatkan abang Alfi jika jalannya salah. Because Alya is my little angel...
Salam PALM
Read More..
Kamis, 03 September 2009
RUMAH SUSUN
RUMAH SUSUN memang dibutuhkan bagi masyarakat perkotaan, walaupun realitas hidup di rumah susun sungguh ruwet dan penuh fenomena yang bagi orang kebanyakan mungkin tidak dapat diterima akal sehat. Hal ini lantaran gambaran kehidupan orang-orang di rumah susun, terlihat seperti suatu koloni lebah, atau seperti halnya hidup di sangkar burung.
Padahal mereka yang tinggal di rumah susun, adalah juga manusia biasa seperti juga manusia yang lain. Yang membedakannya adalah karena mereka tidak mampu untuk menyewa, apalagi membeli rumah yang layak seperti orang berada. Jadilah mereka tinggal bersusun di ruang-ruang bersekat dinding dan lantai rumah susun.
Melihat kehidupan di rumah susun memang unik, ruwet dan dinamis, penuh gambaran realitas hidup yang rumit. Selain keluarga, yang tinggal di rumah petak ukuran 3 x 4 meter persegi atau 4 x 5 meter persegi, juga banyak individual, atau individu yang sewaktu-waktu "tidak sendiri".
Gambaran individu seperti yang terakhir, adalah mereka yang menjadi "simpanan" orang di luar rumah susun. Bisa wanita, bisa juga laki-laki, toh kehidupan metropolitan serba mungkin walau bikin kepala pusing.
Segmentasi orang-orang yang tinggal di rumah susun juga sangat variatif. Dari yang pendidikan tinggi, sampai tidak berpendidikan. Dari orang baik-baik dan soleh, sampai manusia bejat dan penjahat. Dari manusia normal, baik fisik maupun psikis, sampai manusia abnormal.
Demikian juga pekerjaan, dari yang bekerja di perusahaan, buruh harian, supir, ojek, tukang becak, pekerja dunia malam, atau malah tidak bekerja alias pengangguran. Yang jelas, mayoritas mereka memiliki pekerjaan yang tidak tetap atau permanen.
Perempuan yang tidak bekerja di rumah susun juga cukup banyak, namun mereka masih tetap dapat bertahan hidup. Hal ini lantaran mereka menjadi "peliharaan" atau "simpanan" bos-bos yang mencari alternatif kebutuhan biologis, sembunyi dari hidup keluarga mereka yang carut-marut dan tidak harmonis.
Apapun segmentasinya, masyarakat di rumah susun adalah suatu koloni yang diciptakan oleh pembuat kebijakan perkotaan. Dengan dalih sempitnya tanah tidak sebanding dengan padatnya penduduk, sementara masih banyak masyarakat yang tinggal di tempat yang tidak layak.
Rumah susun adalah solusinya, dengan pemanfaatan lahan yang efisien mampu ditampung banyak penduduk di petak-petak rumah susun, dengan harga sewa atau harga jual yang terjangkau. Lihat saja, satu blok rumah susun berlantai empat saja, dapat menampung sampai 40 KK, atau lebih dari 100 orang.
Jika rumah susun adalah solusi untuk mengatasi persoalan rumah tempat tinggal, betul adanya. Tapi jika dalihnya adalah untuk menyediakan rumah yang layak, tidak betul adanya. Mana ada rumah yang layak, lorong tiap lantainya "jorok" dan kumuh, sama saja dengan tempat-tempat yang tidak layak huni lainnya...
Jika rumah susun dibangun sebagai alternatif tempat tinggal dengan pemanfaatan lahan yang efisien, betul adanya. Tapi jika alasannya adalah untuk menampung mereka yang selama ini tinggal di tempat yang tidak layak, tidak juga tepat. Karena yang dapat menyewa atau membeli petak rumah susun, tetap mereka yang memiliki kemampuan untuk itu, bukan mereka yang tinggal di kolong jembatan atau tempat kumuh lainnya...
Rumah susun, memang unik. Harga sewa atau beli petak di bawah lebih mahal ketimbang petak di atasnya. Tapi bagi mereka yang memang berniat "sembunyi" dari publik, justru petak atas yang menjadi incaran tempat tinggal.
Apapun dinamika kejadiannya, rumah susun tetap dapat menciptakan kesan asri jika ditata dengan baik. Dan tentu saja calon penghuninya dapat dipilah lebih selektif agar dapat menciptakan kondisi rumah susun yang lebih tertib.
Tapi, yah... Namanya rumah susun, ya seperti itulah. Tersusun atas petak-petak, kubus, tingkat, lorong dan blok, demikian juga penghuninya yang terdiri atas banyak strata sosial dari segmentasi pekerjaan "inferior" dan orang-orang "marjinal". Mau apalagi...
Salam PALM
Read More..
Padahal mereka yang tinggal di rumah susun, adalah juga manusia biasa seperti juga manusia yang lain. Yang membedakannya adalah karena mereka tidak mampu untuk menyewa, apalagi membeli rumah yang layak seperti orang berada. Jadilah mereka tinggal bersusun di ruang-ruang bersekat dinding dan lantai rumah susun.
Melihat kehidupan di rumah susun memang unik, ruwet dan dinamis, penuh gambaran realitas hidup yang rumit. Selain keluarga, yang tinggal di rumah petak ukuran 3 x 4 meter persegi atau 4 x 5 meter persegi, juga banyak individual, atau individu yang sewaktu-waktu "tidak sendiri".
Gambaran individu seperti yang terakhir, adalah mereka yang menjadi "simpanan" orang di luar rumah susun. Bisa wanita, bisa juga laki-laki, toh kehidupan metropolitan serba mungkin walau bikin kepala pusing.
Segmentasi orang-orang yang tinggal di rumah susun juga sangat variatif. Dari yang pendidikan tinggi, sampai tidak berpendidikan. Dari orang baik-baik dan soleh, sampai manusia bejat dan penjahat. Dari manusia normal, baik fisik maupun psikis, sampai manusia abnormal.
Demikian juga pekerjaan, dari yang bekerja di perusahaan, buruh harian, supir, ojek, tukang becak, pekerja dunia malam, atau malah tidak bekerja alias pengangguran. Yang jelas, mayoritas mereka memiliki pekerjaan yang tidak tetap atau permanen.
Perempuan yang tidak bekerja di rumah susun juga cukup banyak, namun mereka masih tetap dapat bertahan hidup. Hal ini lantaran mereka menjadi "peliharaan" atau "simpanan" bos-bos yang mencari alternatif kebutuhan biologis, sembunyi dari hidup keluarga mereka yang carut-marut dan tidak harmonis.
Apapun segmentasinya, masyarakat di rumah susun adalah suatu koloni yang diciptakan oleh pembuat kebijakan perkotaan. Dengan dalih sempitnya tanah tidak sebanding dengan padatnya penduduk, sementara masih banyak masyarakat yang tinggal di tempat yang tidak layak.
Rumah susun adalah solusinya, dengan pemanfaatan lahan yang efisien mampu ditampung banyak penduduk di petak-petak rumah susun, dengan harga sewa atau harga jual yang terjangkau. Lihat saja, satu blok rumah susun berlantai empat saja, dapat menampung sampai 40 KK, atau lebih dari 100 orang.
Jika rumah susun adalah solusi untuk mengatasi persoalan rumah tempat tinggal, betul adanya. Tapi jika dalihnya adalah untuk menyediakan rumah yang layak, tidak betul adanya. Mana ada rumah yang layak, lorong tiap lantainya "jorok" dan kumuh, sama saja dengan tempat-tempat yang tidak layak huni lainnya...
Jika rumah susun dibangun sebagai alternatif tempat tinggal dengan pemanfaatan lahan yang efisien, betul adanya. Tapi jika alasannya adalah untuk menampung mereka yang selama ini tinggal di tempat yang tidak layak, tidak juga tepat. Karena yang dapat menyewa atau membeli petak rumah susun, tetap mereka yang memiliki kemampuan untuk itu, bukan mereka yang tinggal di kolong jembatan atau tempat kumuh lainnya...
Rumah susun, memang unik. Harga sewa atau beli petak di bawah lebih mahal ketimbang petak di atasnya. Tapi bagi mereka yang memang berniat "sembunyi" dari publik, justru petak atas yang menjadi incaran tempat tinggal.
Apapun dinamika kejadiannya, rumah susun tetap dapat menciptakan kesan asri jika ditata dengan baik. Dan tentu saja calon penghuninya dapat dipilah lebih selektif agar dapat menciptakan kondisi rumah susun yang lebih tertib.
Tapi, yah... Namanya rumah susun, ya seperti itulah. Tersusun atas petak-petak, kubus, tingkat, lorong dan blok, demikian juga penghuninya yang terdiri atas banyak strata sosial dari segmentasi pekerjaan "inferior" dan orang-orang "marjinal". Mau apalagi...
Salam PALM
Read More..
Rabu, 02 September 2009
OPERASI PASAR
OPERASI PASAR biasa dilakukan menjelang bulan puasa atau menjelang hari raya. Operasi pasar dimaksudkan sebagai bakti sosial bagi masyarakat yang kurang mampu untuk dapat membeli sembilan kebutuhan pokok (sembako) agar dapat terbantu dalam menyiapkan perayaan hari raya. Biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang peduli, organisasi, perusahaan atau pemerintah. Namun ironisnya, terkadang operasi pasar hanya "lips service" yang belum menyentuh objek sasaran yang diharapkan. Hal ini dikarenakan, jangankan untuk membeli sembako murah, untuk membeli makanan sehari-hari saja mereka (fakir miskin) tidak mampu, sebab tidak ada rupiah...
Adalah pemerintah daerah yang punya hajatan setiap tahunnya menggelar operasi pasar murah, melalui instansi yang kompeten mengurusinya. Adalah pengusaha dan perusahaan sebagai produsen (yang diminta untuk partisipasi) yang punya produk untuk bahan penjualan di pasar murah. Dan konsumen adalah fakir miskin yang punya keinginan (tapi tidak punya kemampuan) untuk mendapatkan sembako murah...
Tiga pilar ekonomi pasar, yaitu produsen, konsumen dan pemerintah yang harus sinergis membangun kekuatan ekonomi pasar. Jika salah satu pilar tidak kuat, atau terlalu kuat, maka akan terjadi kondisi pasar yang tidak stabil. Ketidakstabilan pasar pada gilirannya akan berdampak terhadap instabilisasi sosial politik...
Indonesia dengan penduduk yang banyak dan beragam adat-istiadat, tentu merupakan aset yang tak terhingga. Hal tersebut didukung oleh sumberdaya yang melimpah ruah tiada habis, selagi dikelola dengan adil dan bijaksana. Pemerintah sebagai pengelola aset negara republik ini tentu tidak boleh berpangku tangan saja dalam memberdayakan segenap aspek hidup warga negaranya...
Operasi pasar murah mungkin salah satu solusi dalam penciptaan iklim yang kondusif demi stabilitas negara. Banyak lagi solusi lainnya yang harus ditumbuhkembangkan tidak semata hanya temporer dan insidentil, apalagi hanya "lips service"...
Program-program pembangunan pada setiap era rezim kekuasaan di negeri ini (katanya) selalu berpihak kepada rakyat. Namun batasan rakyat yang mana, masih menjadi polemik dan sederetan wacana publik yang tak pernah tuntas dibahas. Pembahasan hal yang sama dengan frame berbeda telah dilakukan pada banyak ruang pertemuan, bahkan sembari makan-makan...
Sementara rakyat, banyak yang masih memikirkan bagaimana dapat makan. Nanti dulu bagaimana membeli bahan makanan. Negeri yang kaya raya ini memang terlihat naif dan angkuh, apalagi terhadap orang tak mampu...
Operasi pasar (sembako) murah hanya pernik kecil yang telah diperbuat oleh komunitas peduli rakyat tak mampu. Apapun dalihnya, bagaimanapun kamuflasenya, dan seperti apapun polanya, setidaknya cukup membantu untuk sekedar "menyenangkan rakyat". Bukankah, fakir miskin dan rakyat terlantar (semestinya memang) dipelihara oleh negara...?
Salam PALM
Read More..
Adalah pemerintah daerah yang punya hajatan setiap tahunnya menggelar operasi pasar murah, melalui instansi yang kompeten mengurusinya. Adalah pengusaha dan perusahaan sebagai produsen (yang diminta untuk partisipasi) yang punya produk untuk bahan penjualan di pasar murah. Dan konsumen adalah fakir miskin yang punya keinginan (tapi tidak punya kemampuan) untuk mendapatkan sembako murah...
Tiga pilar ekonomi pasar, yaitu produsen, konsumen dan pemerintah yang harus sinergis membangun kekuatan ekonomi pasar. Jika salah satu pilar tidak kuat, atau terlalu kuat, maka akan terjadi kondisi pasar yang tidak stabil. Ketidakstabilan pasar pada gilirannya akan berdampak terhadap instabilisasi sosial politik...
Indonesia dengan penduduk yang banyak dan beragam adat-istiadat, tentu merupakan aset yang tak terhingga. Hal tersebut didukung oleh sumberdaya yang melimpah ruah tiada habis, selagi dikelola dengan adil dan bijaksana. Pemerintah sebagai pengelola aset negara republik ini tentu tidak boleh berpangku tangan saja dalam memberdayakan segenap aspek hidup warga negaranya...
Operasi pasar murah mungkin salah satu solusi dalam penciptaan iklim yang kondusif demi stabilitas negara. Banyak lagi solusi lainnya yang harus ditumbuhkembangkan tidak semata hanya temporer dan insidentil, apalagi hanya "lips service"...
Program-program pembangunan pada setiap era rezim kekuasaan di negeri ini (katanya) selalu berpihak kepada rakyat. Namun batasan rakyat yang mana, masih menjadi polemik dan sederetan wacana publik yang tak pernah tuntas dibahas. Pembahasan hal yang sama dengan frame berbeda telah dilakukan pada banyak ruang pertemuan, bahkan sembari makan-makan...
Sementara rakyat, banyak yang masih memikirkan bagaimana dapat makan. Nanti dulu bagaimana membeli bahan makanan. Negeri yang kaya raya ini memang terlihat naif dan angkuh, apalagi terhadap orang tak mampu...
Operasi pasar (sembako) murah hanya pernik kecil yang telah diperbuat oleh komunitas peduli rakyat tak mampu. Apapun dalihnya, bagaimanapun kamuflasenya, dan seperti apapun polanya, setidaknya cukup membantu untuk sekedar "menyenangkan rakyat". Bukankah, fakir miskin dan rakyat terlantar (semestinya memang) dipelihara oleh negara...?
Salam PALM
Read More..
Selasa, 01 September 2009
BATU PEPE
BATU PEPE, sebuah kawasan di pinggiran Kota Lubuklinggau, dusun kecil yang permai, dengan aliran irigasi sederhana yang tak pernah kering. Irigasi ini mengairi sawah dan kolam ikan petani, serta menjadi sarana mandi-cuci-kakus (mck). Petaninya juga sudah tidak tradisional, namun belum terlalu modern. Batu Pepe, dusun kecil dimana terdapat Balai Benih Ikan yang mensuplai kebutuhan benih ikan masyarakat sekitarnya, untuk dibesarkan menjadi ikan konsumsi, dimakan sendiri sekeluarga, dijual di pasar atau dijadikan ikan kolam pancing...
Batu Pepe dari Kota Lubuklinggau hanya berjarak 10 kilometer, termasuk dalam wilayah Kecamatan Lubuklinggau Utara I, dari arah Palembang melalui jalan lintas Sumatera ke arah Jambi. Dulunya, Batu Pepe ini merupakan "rompok" atau tempat tinggal keluarga yang menetap berkelompok. Sebagian keluarga yang menetap di dusun ini adalah para pendatang dari Jawa Barat, sebagian lagi pribumi etnis asli Lubuklinggau.
Namun seiring dengan waktu, pembauran antara pendatang dan pribumi sudah lama terjalin harmonis, melalui ikatan perkawinan atau hubungan kerja dan interaksi sosial lainnya. Batu Pepe walaupun kecil, namun dari sini dihasilkan cukup beragam produk pertanian, dari beras, ikan, sampai ternak unggas maupun ruminansia.
Kultur masyarakatnya yang terbuka, walaupun ekslusif karena sedikit, memudahkan informasi dan inovasi masuk. Sehingga berapa kali dilaksanakan program kegiatan, baik dari pemerintah, swasta maupun organisasi nirlaba. Bertepatan juga lokasi Batu Pepe terletak di tepi zona penyanggah (buffer zone) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Karena berdampingan dengan zona penyanggah kawasan konservasi terbesar di pulau Sumatera, Batu Pepe juga sudah berapa kali mendapat bantuan dari donatur (funding) luar negeri. Namun sayangnya, dari sekian banyak bantuan berupa dana, tidak jelas kemana larinya. Terlihat bangunan fasilitas umum di dusun pinggir kota ini tidak banyak berubah.
Padahal potensi Batu Pepe walaupun kecil, namun tetap memberikan andil dalam suplai produksi pangan yang pada gilirannya turut menumbuhkan geliat ekonomi rakyat melalui usahatani. Dari dusun kecil bernama Batu Pepe, dihasilkan beras sebagai sumber makanan pokok, kemudian ikan, ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau sebagai sumber protein, serta sayuran dan buah sebagai sumber vitamin bagi masyarakat kota.
Sekecil apapun usahatani yang dilakukan petani Batu Pepe misalnya, tetap memberikan sumbangsih bagi hajat hidup orang banyak. Coba bayangkan jika tidak ada lagi orang yang mau jadi petani, maka darimana kita mendapatkan sumber pangan kebutuhan hidup sehari-hari..?
Salam PALM
Read More..
Batu Pepe dari Kota Lubuklinggau hanya berjarak 10 kilometer, termasuk dalam wilayah Kecamatan Lubuklinggau Utara I, dari arah Palembang melalui jalan lintas Sumatera ke arah Jambi. Dulunya, Batu Pepe ini merupakan "rompok" atau tempat tinggal keluarga yang menetap berkelompok. Sebagian keluarga yang menetap di dusun ini adalah para pendatang dari Jawa Barat, sebagian lagi pribumi etnis asli Lubuklinggau.
Namun seiring dengan waktu, pembauran antara pendatang dan pribumi sudah lama terjalin harmonis, melalui ikatan perkawinan atau hubungan kerja dan interaksi sosial lainnya. Batu Pepe walaupun kecil, namun dari sini dihasilkan cukup beragam produk pertanian, dari beras, ikan, sampai ternak unggas maupun ruminansia.
Kultur masyarakatnya yang terbuka, walaupun ekslusif karena sedikit, memudahkan informasi dan inovasi masuk. Sehingga berapa kali dilaksanakan program kegiatan, baik dari pemerintah, swasta maupun organisasi nirlaba. Bertepatan juga lokasi Batu Pepe terletak di tepi zona penyanggah (buffer zone) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Karena berdampingan dengan zona penyanggah kawasan konservasi terbesar di pulau Sumatera, Batu Pepe juga sudah berapa kali mendapat bantuan dari donatur (funding) luar negeri. Namun sayangnya, dari sekian banyak bantuan berupa dana, tidak jelas kemana larinya. Terlihat bangunan fasilitas umum di dusun pinggir kota ini tidak banyak berubah.
Padahal potensi Batu Pepe walaupun kecil, namun tetap memberikan andil dalam suplai produksi pangan yang pada gilirannya turut menumbuhkan geliat ekonomi rakyat melalui usahatani. Dari dusun kecil bernama Batu Pepe, dihasilkan beras sebagai sumber makanan pokok, kemudian ikan, ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau sebagai sumber protein, serta sayuran dan buah sebagai sumber vitamin bagi masyarakat kota.
Sekecil apapun usahatani yang dilakukan petani Batu Pepe misalnya, tetap memberikan sumbangsih bagi hajat hidup orang banyak. Coba bayangkan jika tidak ada lagi orang yang mau jadi petani, maka darimana kita mendapatkan sumber pangan kebutuhan hidup sehari-hari..?
Salam PALM
Read More..
Senin, 31 Agustus 2009
HAK PATEN
HAK PATEN menjadi pembicaraan hangat dari sebuah berita aktual tentang "klaim" kepemilikan aset budaya asli Nusantara oleh negara tetangga, yang serumpun lagi, Malaysia. Setelah aset budaya, aset lainnya bukan tidak mungkin akan diklaim, bahkan dirampok secara paksa. Lihat saja blok Ambalat yang terus diincar kapal perang Malaysia. Dan bisa jadi, sudah banyak aset lain selain budaya dan kekayaan lainnya yang di"piracy" dan di"paten" oleh negara lain, tidak hanya Malaysia.
Jika mau dibuat daftar inventaris aset asli Nusantara yang telah dirampok dan dipatenkan menjadi milik negara lain, akan sangat menyakitkan hati dan melukai rasa kebangsaan. Semangat patriotisme dan jiwa nasionalisme akan bergelora yang akan bertendensi letupan gejolak, yang bisa jadi justru ini juga yang diinginkan oleh negara-negara perampok aset sumberdaya bumi Nusantara...
Negeri ini memang kaya sumberdaya yang menjadi aset tak terhingga nilainya. Saking kaya bumi Nusantara, kita anak bangsa warga negara Indonesia selalu lalai dan telah terlena karena dimanja kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Persis tikus yang mati di lumbung padi.
Kekayaan negara kepulauan ini, dari ujung barat Aceh sampai ujung timur Papua, konon tidak akan habis-habisnya. Tentu saja jika pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dilakukan dengan bijaksana dan lestari.
Belum lagi kekayaan budaya negeri yang dulunya sebelum merdeka, merupakan kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Baru pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kerajaan-kerajaan kecil bersatu dan berkoloni dalam satu pemerintahan. Dan inilah cikal-bakal tumbuhnya rasa persatuan di Nusantara.
Aset budaya nusantara dari kekayaan budaya zaman kerajaan dahulu, jika dihitung bukan main banyaknya. Dari bahasa, tarian, adat-istiadat, makanan, atau tenunan, seperti songket Palembang. Tarian inilah yang beberapanya sudah di"rampok" oleh negara tetangga dan di"klaim" sebagai budaya mereka. Sebut saja Reog Ponorogo, wayang kulit, dan tari pendet.
Bahkan, yang nyaris luput dari perhatian publik di tanah air, misalnya tempe yang sudah dipatenkan Jepang, menyusul kemudian beberapa plasma nutfah, kekayaan genetika alam Indonesia juga dijarah dan diklaim. Dari makhluk hidup mikroskopis sampai species besar, yang jelas-jelas endemik Indonesia, juga dirampok hak patennya.
Sungguh ironis memang. Setelah semua terungkap di media, baru anak bangsa bereaksi. Memang kita terlena oleh kekayaan yang kita miliki. Sehingga, sudah lumrah ketika dirampok baru teriak. Atau ketika sudah kejadian baru berbuat...
Salam PALM
Read More..
Jika mau dibuat daftar inventaris aset asli Nusantara yang telah dirampok dan dipatenkan menjadi milik negara lain, akan sangat menyakitkan hati dan melukai rasa kebangsaan. Semangat patriotisme dan jiwa nasionalisme akan bergelora yang akan bertendensi letupan gejolak, yang bisa jadi justru ini juga yang diinginkan oleh negara-negara perampok aset sumberdaya bumi Nusantara...
Negeri ini memang kaya sumberdaya yang menjadi aset tak terhingga nilainya. Saking kaya bumi Nusantara, kita anak bangsa warga negara Indonesia selalu lalai dan telah terlena karena dimanja kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Persis tikus yang mati di lumbung padi.
Kekayaan negara kepulauan ini, dari ujung barat Aceh sampai ujung timur Papua, konon tidak akan habis-habisnya. Tentu saja jika pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dilakukan dengan bijaksana dan lestari.
Belum lagi kekayaan budaya negeri yang dulunya sebelum merdeka, merupakan kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Baru pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kerajaan-kerajaan kecil bersatu dan berkoloni dalam satu pemerintahan. Dan inilah cikal-bakal tumbuhnya rasa persatuan di Nusantara.
Aset budaya nusantara dari kekayaan budaya zaman kerajaan dahulu, jika dihitung bukan main banyaknya. Dari bahasa, tarian, adat-istiadat, makanan, atau tenunan, seperti songket Palembang. Tarian inilah yang beberapanya sudah di"rampok" oleh negara tetangga dan di"klaim" sebagai budaya mereka. Sebut saja Reog Ponorogo, wayang kulit, dan tari pendet.
Bahkan, yang nyaris luput dari perhatian publik di tanah air, misalnya tempe yang sudah dipatenkan Jepang, menyusul kemudian beberapa plasma nutfah, kekayaan genetika alam Indonesia juga dijarah dan diklaim. Dari makhluk hidup mikroskopis sampai species besar, yang jelas-jelas endemik Indonesia, juga dirampok hak patennya.
Sungguh ironis memang. Setelah semua terungkap di media, baru anak bangsa bereaksi. Memang kita terlena oleh kekayaan yang kita miliki. Sehingga, sudah lumrah ketika dirampok baru teriak. Atau ketika sudah kejadian baru berbuat...
Salam PALM
Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)