Lebaran atau perayaan hari raya Idul Fitri, barangkali agak berbeda dengan lebaran sebelumnya. Perbedaannya lebih disebabkan akibat situasi perekonomian nasional yang carut-marut. Namun demikian, hebatnya kaum muslim di negara mayoritas pemeluk Islam ini, lebaran tetap meriah dan “habis-habisan…”
Sebagai pemeluk “agama samawi” adalah sudah menjadi kewajiban sekaligus tradisi untuk merayakan hari kemenangan, yaitu hari raya setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Tidak peduli di tengah krisis multidimensi, dari krisis ekonomi sampai krisis politik. Yang terpenting adalah saatnya bersukacita pada hari lebaran.
Memang tradisi lebaran di negeri “gemah ripah loh jinawi” ini sudah menjadi pemandangan umum dan unik. Berbagai tradisi yang sinergis dengan puncak hari raya ini, khususnya di Indonesia, menghadirkan nuansa berjuta warna.
Sebut saja misalnya tradisi mudik lebaran, yang berdampak kepada hampir semua sektor riil. Mulai dari sarana-prasarana transportasi yang selalu menghadirkan problema, seperti resiko macet, naiknya ongkos, rawan kecelakaan dan kriminalitas. Sampai kepada terhentinya aktivitas produksi akibat liburnya para tenaga kerja, yang efeknya akan memacu laju inflasi kebutuhan pokok sebelum dan sesudah lebaran.
Tradisi unik lainnya adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), yang secara klasik selalu saja menyisakan persoalan. Ironisnya, tunjangan khusus tersebut mestinya diterima oleh karyawan suatu usaha, tetapi malah juga diterima oleh orang-orang yang tidak terlibat dalam usaha apapun.
Contohnya, jika sudah menjelang hari lebaran, para “oknum pengemis THR” bergentayangan di kantor instansi, toko, bahkan warung manisan. Bahkan tempat-tempat hiburan, hotel dan restoran, bahkan rumah tinggal bos-bos perusahaan tidak luput dari target operasi pengumpulan “icak-icaknyo THR”.
Mereka memakai beragam atribut dan bendera, mulai Wartawan (kebanyakan WTS alias Wartawan Tanpa Suratkabar), LSM (rata-rata LSM kategori LSMmmm alias Lembaga Sukanya Memprovokasi-menakuti-menipu-memeras-menghujat-menggurui-menyabotase-membodohi-mengemis-me… lainnya), Pejabat (biasanya pejabat kelas teri atau orang yang berlagak pejabat), sampai Orang Dekat Pimpinan (bisa ajudan kere, ngaku-ngaku famili, kawan bos atau tetangga jauh bos). Konyol-nya, orang-orang yang “diagangi” juga rela memberikan “sekedar untuk lebaran…”
Fenomena pemberian THR salah kaprah sudah terjadi sejak lama, dan terus saja berulang setiap tahunnya. Bahkan ada yang menimbulkan “gate” (skandal), seperti yang terjadi di daerah ini, dan belum terselesaikan juga…
Lebih heboh lagi, dengan dalih mau lebaran, para elit politik lokal sibuk “soan ke para pengusaha non pribumi”. Dapat oleh-oleh selusin softdrink, jadilah… Atau minta mentahnya saja, alias angpao…
Padahal ada yang lebih mulia, yang dapat dikerjakan oleh mereka orang-orang terhormat, seperti kegiatan pemberian THR bagi fakir-miskin, anak yatim-piatu dan kaum dhuafah. Toh, tidak seberapa yang dikeluarkan dibandingkan dengan rezeki yang didapat ketika duduk di singasana “jabatan basah”. Hitung-hitung mencuci harta yang “suam-suam” alias tak jelas halal-haramnya…
Tradisi unik lainnya adalah kesibukan di pusat-pusat perbelanjaan. Mulai dari kesibukan para keluarga yang memborong bahan pembuat kue, softdrink, snack, baju baru, bahkan furniture khususnya kursi baru, sampai kesibukan para supir taksi, ojek, tukang becak, kuli angkut, bahkan preman yang mengintai mangsa... Kesibukan ini semakin terasa menjelang detik-detik berakhirnya Bulan Suci Ramadhan.
Tradisi berikutnya yang juga unik adalah keceriaan di “Malam Takbiran”. Pada malam berakhirnya Ramadhan, tempat-tempat ibadah kaum muslim diramaikan dengan suara bedug bertalu-talu, mengiringi lapadz takbir yang berkumandang merdu dan syahdu. Bahkan tidak sedikit diatara kita yang meneteskan air mata, ketika mendengar gema takbir berkumandang. Entah beragam perasaan berkecamuk ketika itu, apalagi jika teringat keluarga yang jauh. Jauh terpisah jarak, atau sudah tidak bersama lagi di dunia ini…
Salam PALM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar