Rabu, 07 Oktober 2009

AMDAL II

Pertanyaan dari kita orang awam barangkali, apa iya diperlukan juga studi AMDAL untuk fasilitas umum? Kan belum terlalu penting untuk sekarang ini? Kalau demikian, mari kita hitung-hitungan alias berkalkulasi dengan matematika sederhana. Misalkan saja, setiap kita setiap harinya buang air kecil. Dari air seni yang kita buang dimanapun, mengandung senyawa amoniak bercampur sulfat dan sianida.

Satu hari saja kita keluarkan ¼ liter air seni, jika dikalikan dengan lebih dari 160 ribu orang di kota ini, maka 40 ribu liter air seni tumpah satu harinya. Jika kandungan senyawa beracunnya adalah 10 % saja, maka 4 ribu liter senyawa beracun atau B3 (bahan beracun berbahaya) beredar di sekitar kita.

Alaaah… inikan terlalu didramatisir…! Bukankah senyawa beracun tersebut akan netral dengan sendirinya melalui penguapan (evaporasi) atau larut dalam air dan terurai di tanah?

Memang betul demikian. Tapi, jika tidak ada lagi tanah serapan akibat permukaan tanah telah ditutupi aspal dan semen, atau air tanah telah tercemar juga dengan zat beracun lainnya, maka mau kemana lagi larinya 4 ribu liter senyawa beracun dari air seni kita pada satu hari itu? Belum lagi 4 ribu liter pada keesokan harinya, kemudian akumulasi pada satu bulannya, bahkan satu tahunnya?

Nah, kalau sudah selesai hitung-hitungan, maka saatnya kita bersepakat bahwa studi AMDAL itu penting. Mengapa dan seberapa pentingkah? Karena kita semua setuju bahwa lingkungan yang sehat akan membuat nyaman peri kehidupan, sebaliknya bahwa lingkungan yang tidak sehat akibat pencemaran akan membuat kita selalu khawatir terhadap dampak yang sudah terbayangkan maupun yang belum.

Tidak penting seberapa “urgen” studi AMDAL diterapkan di semua lini fisik dan produksi di kota ini. Tapi yang terpenting adalah seberapa banyak yang setuju dengan pemikiran ini dan seberapa banyak “sumber polusi” yang belum di-AMDAL.

Karena jika jawabannya adalah masih sedikit yang “care” terhadap persoalan masih sedikitnya tempat-tempat “polutan” yang di-AMDAL, maka naga-naganya kita mesti menggagas “Gerakan anti buang air kecil” atau “Tolak air seni”. Hehehe… jadinya kan tidak masuk akal dan malah melanggar HAMa (Hak Azazi Mbuang air).

Salam PALM

1 komentar:

  1. Mantap jg bahasannya bang.. Jd kepikiran nih.. Wah.. Paling gak, langkah awal, klo BAK langsung cepat2 disiram,biar racunnya cepat larut dgn air..hehe..

    BalasHapus