Kamis, 20 Agustus 2009

MUNTOK PORT

MUNTOK PORT adalah salah satu akses masuk ke pulau Bangka melalui jalur laut. Pelabuhan tua ini tidak cukup ramai disinggahi kapal, dan hanya terbatas kapal penumpang atau kapal barang tertentu saja. Untuk kapal khusus penumpang, hanya ada dua perusahaan pelayaran yang melayani muatan Palembang-Muntok atau sebaliknya. Sementara untuk muatan barang, hanya beberapa kapal ferry yang melayani angkutan barang dari dan ke Muntok. Tak heran, suasana sepi, tidak terlalu ramai di sepanjang hari dari pagi sampai malam, menjadi pemandangan lumrah...

Suasana Muntok Port dahulunya cukup ramai aktivitas bongkar-muat, datang-pergi dan transaksi dagang terjadi. Namun sejak beberapa perusahaan bisnis membuka sendiri tempat berlabuh kapal perusahaan di titik-titik yang tersebar di sepanjang bibir pantai pulau Bangka, praktis Muntok Port hanya terbatas untuk penumpang dan barang jalur Palembang-Muntok pulang pergi.

Padahal, peran pelabuhan seperti Muntok Port, cukup strategis dari sisi dinamika sosial ekonomi. Jalur pendistribusian barang ekonomi, maupun akses keluar-masuk pelaku ekonomi, dapat berlangsung dengan dukungan sebuah pelabuhan. Bahkan kehidupan sosial berlangsung dinamis di mulai dari sebuah pelabuhan.

Di pelabuhan pada saat kapal bersandar saja, transaksi ekonomi banyak terjadi. Mulai dari jasa kuli panggul barang, sampai agen perjalanan darat (travel) yang ramai beraktivitas di pelabuhan. Demikian juga warung jajan, pedagang asongan, loper koran, bahkan penjahat meramaikan aktivitas sebuah pelabuhan.

Bayangkan suasana hati ketika pertama kali kita mendarat di sebuah pelabuhan. Kesan asing, harapan, cita-cita, juga kekhawatiran dan kecemasan berbaur dengan rasa bahagia dan sukacita. Beberapa "alim" malah harus sujud mencium bumi saat pertama kali ia menjejakkan kaki di bumi yang baru didatangi, sebagai pertanda "syukur" akan kebesaran Sang Pencipta Bumi...

Muntok Port dari dahulu sudah terkenal di mancanegara, ketika kejayaan perdagangan biji lada putih (muntok white pepper) atau ketika biji-biji putih timah keluar dari pulau Bangka. Pulau ini memang identik dengan "yang putih-putih", dari ladanya, timah sampai "amoy" nya yang memang penduduk asli Bangka.

Selain lada, timah dan amoy, Bangka juga terkenal dengan terasi, kerupuk getas, madu pahit dan kue bangkit. Ditambah masakan "lempah kuning" nya yang khas, mengiringi tradisi "nganggung" atau makan bersama ketika perayaan hari-hari tertentu. Sungguh Bangka memang eksotis...

Dari Muntok Port semua kekhasan Bangka dapat dikenal oleh orang luar. Sejarah mencatat bahwa, penduduk asli Bangka selain pribumi lokal, memang percampuran (blasteran) antara penduduk lokal dan etnis Tionghoa. Tak heran jika melihat orang Bangka berkulit putih dan bermata sipit, seperti juga di Pontianak misalnya...

Entah sudah hukum alam atau kewajaran, dimana ada kota pelabuhan di negeri ini, disitu banyak dijumpai keturunan dari perkawinan penduduk lokal dan pedagang luar negeri, seperti Cina, India, Arab dan Eropa. Turunan silang tersebut sudah menjadi penduduk asli pelabuhan dengan "akulturasi" budaya yang unik.

Muntok Port, seperti pelabuhan lain memang memiliki andil besar dalam percampuran budaya dan aktivitas ekonomi. Senyapnya Muntok Port tidak berarti sepinya aktivitas. Justru dibalik kesenyapannya, telah terjadi dan akan terus terjadi kejadian-kejadian yang tak terduga. Sebab dari sini awalnya sebuah pulau akan dikenal, dikunjungi dan dikenang...

Salam PALM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar