Senin, 31 Agustus 2009

HAK PATEN

HAK PATEN menjadi pembicaraan hangat dari sebuah berita aktual tentang "klaim" kepemilikan aset budaya asli Nusantara oleh negara tetangga, yang serumpun lagi, Malaysia. Setelah aset budaya, aset lainnya bukan tidak mungkin akan diklaim, bahkan dirampok secara paksa. Lihat saja blok Ambalat yang terus diincar kapal perang Malaysia. Dan bisa jadi, sudah banyak aset lain selain budaya dan kekayaan lainnya yang di"piracy" dan di"paten" oleh negara lain, tidak hanya Malaysia.

Jika mau dibuat daftar inventaris aset asli Nusantara yang telah dirampok dan dipatenkan menjadi milik negara lain, akan sangat menyakitkan hati dan melukai rasa kebangsaan. Semangat patriotisme dan jiwa nasionalisme akan bergelora yang akan bertendensi letupan gejolak, yang bisa jadi justru ini juga yang diinginkan oleh negara-negara perampok aset sumberdaya bumi Nusantara...

Negeri ini memang kaya sumberdaya yang menjadi aset tak terhingga nilainya. Saking kaya bumi Nusantara, kita anak bangsa warga negara Indonesia selalu lalai dan telah terlena karena dimanja kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Persis tikus yang mati di lumbung padi.

Kekayaan negara kepulauan ini, dari ujung barat Aceh sampai ujung timur Papua, konon tidak akan habis-habisnya. Tentu saja jika pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dilakukan dengan bijaksana dan lestari.

Belum lagi kekayaan budaya negeri yang dulunya sebelum merdeka, merupakan kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Baru pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kerajaan-kerajaan kecil bersatu dan berkoloni dalam satu pemerintahan. Dan inilah cikal-bakal tumbuhnya rasa persatuan di Nusantara.

Aset budaya nusantara dari kekayaan budaya zaman kerajaan dahulu, jika dihitung bukan main banyaknya. Dari bahasa, tarian, adat-istiadat, makanan, atau tenunan, seperti songket Palembang. Tarian inilah yang beberapanya sudah di"rampok" oleh negara tetangga dan di"klaim" sebagai budaya mereka. Sebut saja Reog Ponorogo, wayang kulit, dan tari pendet.

Bahkan, yang nyaris luput dari perhatian publik di tanah air, misalnya tempe yang sudah dipatenkan Jepang, menyusul kemudian beberapa plasma nutfah, kekayaan genetika alam Indonesia juga dijarah dan diklaim. Dari makhluk hidup mikroskopis sampai species besar, yang jelas-jelas endemik Indonesia, juga dirampok hak patennya.

Sungguh ironis memang. Setelah semua terungkap di media, baru anak bangsa bereaksi. Memang kita terlena oleh kekayaan yang kita miliki. Sehingga, sudah lumrah ketika dirampok baru teriak. Atau ketika sudah kejadian baru berbuat...

Salam PALM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar